Selamat Datang Ke 18X Cool.
Pastikan diri anda berumur 18 tahun ke atas.Jika umur anda di bawah 18 tahun kebawah.Sebarang kejadian yang tak di ingin berlaku terhadap diri anda .Pihak kami tidak akan bertanggungjawap :p .. selamat membaca..

Wednesday, April 28, 2010

SELEMBUT SUTERA (T I G A)

HANYA SEPULUH menit mereka membutuhkan waktu istirahat. Benny naik ke atas tubuh Aningsih yang sudah siap menanti. Kedua susunya menyembul putih bagaikan salju. Benar-benar menantang. Pinggangnya ramping dan pinggulnya mekar dan indah. Benny menciumi bahu dan payudara Aningsih, sementara bazokanya yang sudah benar-benar tegang menggeser-geser di paha Aningsih.
Aningsih menggenggam batang bazoka Benny yang sangat kekar. Sambil membalas ciuman-ciuman Benny yang bertubi-tubi dibimbing dan kemudian ditempatkannya kepala kemaluan Benny yang sudah membengkak tepat di ambang gua vaginanya. Sementara itu, kedua paha Aningsih sudah direntangkannya selebar-lebarnya. "Benn . . . !! Pelan-pelannn, sayanghhh!!" bisik Aningsih gemetar. "Kepunyaanmu besar sekali!"
Benny mengangguk. Dirasakannya kehangatan menyengat pada kepala zakarnya. "Ayoh, Benn! Tekan, sayangghh!! Sssshh . . . pelan-pelllaann !!" Aningsih memejamkan matanya.
Benny mendorong pantatnya. Dan kepala zakarnya pun melesak, dan: "Auww . . . !!!" Aningsih menjerit tertahan. "Bennnnnn!! Sssaakkhittsss!" dan tubuh Aningsih mengejang, bergetar menahan rasa perih.
Benny mengerti. Dia tidak main asal tabrak saja. Dinantikannya sampai rasa sakit Aningsih. Benny merasakan lobang vagina Aningsih menjepit keras, mencekik leher zakarnya. Adduuuhhh! Bukan main nikmatnya! 5(#ML Dalnet)
"Ayoh, Ben! Tekan lagi!" bisik Ningsih setelah rasa sakit itu hilang.
Benny menekan lagi. Dan srrrt! Dan batang zakar Benny yang luar biasa besarnya itu melesak lagi sampai sepertiga. Dan sebagaimana yang pertama, Aningsih tersentak sambil menjerit: "Addduuhhh! Bennn! Ssssaakkhittss "
"Tahankan, sayang!" bisik Benny sambil tersenyum dan bertulang mengecupi mata Aningsih yang berlinang. "Nanti kau akan merasakan nikmat yang luar biasa!"
Benny membiarkan zakarnya membenam sampai sepertiga, kemudian ditariknya perlahan-lahan sampai sebatas leher kemaluannya. Lalu ditekannya kembali pantatnya. Dan batang bazoka yang luar biasa itupun menggelosor masuk. Lagi-lagi Aningsih merasakan kemaluan Benny bagaikan membongkar seluruh lorong vaginanya. Aningsih menggigit bibirnya sendiri, menahan rasa sakit dan linu. Namun lama kelamaan, rasa sakit dan linu itu semakin berkurang dan semakin berkurang lagi. Sebagai gantinya, zakar Benny keluar masuk mulai mendatangkan rasa nikmat luar biasa. Keluar-masuk. Keluar masuk! Demikian berulang-ulang. Bless! Slessep! Bless! Slessep! Bagaikan kereta api yang sedang langsir. Tetapi terbatas hanya sampai separuh saja. Pada waktu didorong masuk, vagina Aningsih sampai kempot. Dan pada waktu ditarik, sampai monyong . . . Hmmm! Kepunyaanmu enak sekali, sayang. Sempit sekali. Rasanya hampir lecet kepunyaanku," kata Benny.
"Kepunyaanmu terlalu besar, Ben," ujar Aningsih sambil menggoyang-goyangkan pantatnya. Hal mana semakin mendatangkan nikmat bagi Benny. Demikian pula bagi Aningsih. Pinggulnya yang besar dan montok itu melakukan gerakan memutar, seirama dengan keluar-masuknya batang zakar Benntu. "Bagaimana, sayang?! Masih sakit?!" tanya Benny sambil mengecupi belakang telinga Aningsih. Aningsih menggelinjang-gelinjang geli.
"Kemaluanmu enak sekali, sayang! Betul-betul lezat." bisik Aningsih.
"Nah, apa kataku tadi. Rasa sakitmu cuma sebentar, kan?!" ujar Benny. "Kemaluanmu juga enak, Mbak. Enak sekali!"
"Bennn . . . !!" Ujar Aningsih yang tersenyum bangga, menerima pujian Benny.
"Ada apa?!" tanya Beatty.
"Apakah kepunyaankn betul-betul enak?!"
"Enak sekali, sayang. Kepala zakarku bagaikan dipijit dan disedot-sedot. Pokoknya lezaaatttss . . . !!" Benny meliuk-liuk ke sana-ke mari. Tenutunya diapun sedang merasakan kenikmatan yang luar biasa sebagai akibat pijitan-pijitan dinding-dinding lorong kemaluan Aningsih yang bagaikan hidup. Sementara itu, cairan lendir semakin membajiri lorong kemaluanku. Semakin licin dan basah.
"Nah. manisku! Lorongmu semakin lancar sekarang," bisik Benny dengan mesranya. "Bagaimana kalau kubenamkan seluruh batang zakarku?!"
"Ayoh, sayang! Aku sudah siap," kata Aningsih sambil mengangkangkan kedua pahanya lebih lebar.
Dan Benny pun mendorong pantatnya sehingga kemaluannya lebih dalam membenam ke dalam lobang vagina Aningsih. Blesss! Wow!, Aningsih bagaikan melayang ke langit ketujuh. Terasa benar bagaimana menggelosornya benda itu. Nikmat sekali. Tetapi Aningsih jadi agak kecewa ketika Benny menghentikan dorongannya. Batang kemaluannya yang kukuh bagaikan tonggak itu belum seluruhnya masuk. Aningsih jadi penasaran dan mengangkat pantatnya tinggi-tinggi. "Masukkan semua, Ben! Sanwa! Jangan disisakan laghhiiiii! Masukkan, dorongghh . . . .!!" kaki Aningsih menjepit pinggang Benny. Dan tangannya, berusaha mendorong pantat Benny ke bawah. Benny mengerti, Aningsih sudah histeris. Sudah ingin menikmati seluruh batang kemaluannya tanpa sisa lagi. Tetapi bukannya mendorong, Benny malah mengangkat pantatnya. Dan kemaluannya menggelosor ke luar. Aningsih jadi penasaran. Diangkatnya pantatnya setinggi-tingginya. Bertepatan dengan itu, Benny mengayunkan pantatnya kuat-kuat. Dan . . . blashhh!! Tanpa ampun, seluruh batang kemaluannya yang kokoh, indah . . . dan perkasa itu menghunjam dan membenam sedalam-dalamnya ke liang kemaluan Aningsih. Aningsih menjerit sekuat-kuatnya. Tubuhnya meronta-ronta ke sana-ke mari, bagaikan sapi disembelih. Dan, "Crot! Crrrt! Crrrotttss . . . !!" semua cairan mani yang tersimpan di dalam kandungannya, menyemprot seketika. Banyak sekali. Membanjiri seluruh lobang gua Aningsih. Suatu kenikmatan luar biasa yang sebelumnya belum pernah dirasakan oleh Aningsih. Dan bersamaan dengan jeritan Aningsih, Benny pun mengeram kuat. sambil merangkul tubuh Aningsih kuat-kuat. Aningsih merasakan tubuhnya bagaikan remuk. Hmmmh!" Akh. Mbak! Hmmm! Akkkkhhhuuu keluarrr, sssh! Mbaaakkk . . . sssh, ennnnaakhh!!" Benny meracau sambil meronta-ronta. Matanya membeliak-beliak ke atas, sementara kepalanya terlontar ke sana-ke mari. Dan bersamaan dengan itu, Aningsih merasakan batang zakar Benny berdenyut-denyut keras dan memuntahkan lahar panas. Berkali-kali terasa semprotansemprotan itu. Maka lobang kemaluanku pun semakin membanjir.
Setelah beberapa detik lamanya merasakan dirinya terlontar ke angkasa, Benny merasakan dirinya lemas. Dan tergulirlah dari atas tubuh Aningsih. Keduanya merasakan kepuasan amat sangat. Aningsih memijit hidung Benny. "Luar biasa sekali," ujar Aningsih. "Kaulah satu-satunya lelaki yang berhasil memuaskanku, Ben!Sungguh!"
"Aku juga begitu, Mbak. Baru kaulah yang benar-benar memuaskan diriku!" balas Benny. Lalu keduanya berkecupan dengan mesranya.
Apa yang dikatakan Aningsih memang benar. Dia sudah berpengalaman dengan lelaki. Namun baru kali inilah mendapatkan kepuasan yang benar-benar aduhai.
Tidak hanya sekali saja mereka lakukan kemesraan itu. Namun berkali-kali. Dan berbagai pose pula. Model nungging, model berdiri. Model diganjal bantal. Semuanya memuaskan! Aningsih merasakan kebahagiaan amat sangat. Demikian pula halnya dengan Benny. "Aku semakin mencintaimu, Mbak!" bisiknya.
Aningsih menggeleng-gelengkan kepala. "Kau belum tahu siapa diriku sebenarnya, Ben!" ujarnya Aningsih.
"Siapapun dirimu, aku tetap mencintaimu, Mbak!" ujar Benny lagi. 5(#ML Dalnet)
"Aku tidak peduli. Cinta tidak memandang umur. Pokoknya aku mencintaimu, Mbak. Dan aku ingin memilikimu!"
Aningsih memijit hidung Benny dengan mesra. "Ih, dasar bandel!" ujar Aningsih. "Kalau saja kau tahu siapa diriku, pasti kau akan membenciku!"
""Tidak, Mbak. Sungguh! Dengarlah. Diriku sendiripun sudah pantas untuk menikah. Usiaku sudah dua puluh empat tahun. Aku sudah bekerja. Gajiku cukup untuk hidup kita berdua. Di samping itu, orang tua aku di kampung sudah sangat mengharapkan punya cucu dariku. Nah, apa lagi, Mbak?! Apalagi?!"
"Kau ini nggak sabaran sekali, Ben! Kita baru berkenalan, sudah mengajak kawin. Kau harus tahu, perkawinan itu bukan sekedar barang permainann. Harus benar-benar melalui pertimbangan yang masak. Kita harus berpikir, apakah kita sudah benar-benar cocok. Kau belum tahu sifat-sifatku dan akupun belum tahu sifat-sitatmu. Tunggulah sampat tiba saatnya kita sudah benar-benar siap untuk menikah!
Benny tidak menjawab. Hanya merenung.
"Deagarlah, Ben!" ujar Aningsih sainbil mempermainkan bulu-bulu dada Benny. "Dan pikirkanlah. Aku ini janda. Bercerai dua tahun yang lalu karena tidak ada kecocokan. Untung saja akn belumpunya anak. Nah, aku tidak ingin jika nanti aku harus menjadi janda untuk kedua kalinya. Aku harus berhati-hati!"
"Baiklah, Mbak. Aku . . . aku . . . akan memikirkannya! Akn . . . aku akaa bersabar menunggu," jawab Benay.
JAM SATU lewat tengah malam, Benny meninggalkan rumah Aningsih. Sebenarnya berat sekali harus berpisah. Namun Benny ingat, besok dia harus ngantor. Sedangkan dia tidak membawa pakaian ganti. Sampai di rumah kostnya, Taate Dewi sendiri yang membukakan pintu. "Kau dari mana, Ben?! Kok sampai malam sekali pulangnya," kata Tante Dewi yang heran atas tingkah Beany. Tidak biasanya Benny pulang di malam selarut ini. Paling malam, jam sebelas. Benny termasuk kategori orang yang lebih suka tinggal di rumah daripada kluyuran.
"Ini, Tante. Teman ulang tahun!" ujar Benny seenaknya, sambil terus mendorong motornya ke belakang.
Tante Dewi menguncikan kembali pintu, kemudian mengikuti langkah-langkah Benny ke kamar. Baru saja Benny melepaskan sepatunya, Dewi telah memeluknya. Benny! Uf!" Tante kangen sekali padamu. Seminggu kita tidak berkencan. Sekarang, Oom sedang ke luar kota. Tadi pagi berangkat!" ujar Dewi sambil mulutnya menghujani bibir Benny bertubi-tubi.
"Uf! Saya letih sekali. Tante. Lain kali saja!" ujar Benny sambil berusaba menghindari ciuman-ciuman Dewi. Tetapi Dewi yang sudah naik spanning, tak mau peduli. Dewi mendorong tubuh Benny, sehingga lelaki itu tergelimpang ke alas tempat tidur. Dengan tergesa, Dewi cepat sekali mcmbukai hemd Benny. Sesaat kemudian, hemd itu telah melayang kc lantai. Menyusul celana panjang, dan celana dalamnya. Kemudian dengan tergesa pula, Dewi melepaskan dasternya sendiri.
Dewi, perempuan yang walaupun telah berusia di atas tiga puluh tahun itu, ternyata memiliki tubuh yang aduhai sempurna. Seperti gadis yang berusia dua puluh tahun saja. Masih sekal dan menggiurkan. Dan Benny yang bertemperamen panas, sekalipun sudah letih sekali, segera naik nafsu birahinya.
"Benny! Tante sudah sangat rindu. Sudah lama mennnggu kesempatan seperti ini. Jangan kecewakan Tante, Ben! Bennnnn!!" ujar Tante Dewi merengek-rengek, seraya menggosok-gosokkan buah dadanya yang sekal padat ke dada Benny yang bidang dan berbulu lebat. Sementara itu, tangan Tante Dewi meluncur ke bawah dan meremas-remas milik Benny yang besarnya lebih besar dari pada pisang ambon. Dalam waktu tidak lama senjata Benny sudah benar-benar tegang. Tegak bagaikan tonggak. Besar dan panjangnya minta ampun. Tante Dewi yang sudah tidak bisa lagi menahan keinginannya, melompat ke atas tubuh Benny, Kedua pahanya mengangkang di atas selangkangan Benny. Digenggamnya senjata yang aduhai itu. Dengan mesranya dibimhingnya menuju lobnag vaginanya yang sudah menganga, siap menanti datangnya sang perkasa. Diletakkannya tepat di mulut gua. Kemudian Tante Dewi menekan pantatnya. Dan: "Ohg . . . !!" kepala kemaluan itu melesak masuk. Blesss! Tante Dewi nyengir-nyengir kuda, menahan rasa sakit dan linu. "Hnmmhh . . . ehg!" Bennypun nyengir, menahan nikmatnya kepala kemaluannya digigit dan dipijit-pijit oleh mulut vagina Tante Dewi yang berkerinyut-kerinyut kencang.
"Oukh, Bennn! Hmmhh . . . ssshhh . . . !!" Tante Dewi gemetar tubuhnya. Tetapi cuma sesaat. Tante Dewi yang sudah terbiasa menikmati kepunyaan Benny segera hilang rasa sakitnya. Dan Tante Dewi menekan lagi. Blassssh! ! !" Oukhhhh, Bennnnnn! Hmhhh . . . enak sekali , sayang hhhhh. Ssssh . . . !!" Mata Tanta Dewi membeliak-beliak. Batang zakar Benny telah amblas seluruhnya ke pangkal-pangkalnya. Tanta Dewi merasakan kenikmatan bukan alang kepalang. Demikian pula halnya Benny. Dinding-dinding vagina Tanta Dewi bagaikan hidup, menekan-nekan batang kemaluan Benny. Nikmaaaaat! Tanta Dewi menarik lagi pantatnya ke atas. Dan . . . uf! Seluruh isi bagian dalam lorong vagina Tanta Dewi bagaikan terbongkar bersamaan dengan menggelosornya zakar Benny. Demikian pula Benny. Lorong vagina Tanta Dewi bagaikan menyedot-nyedot. Benny mendesah-desah. Tante Dewi bagaikan kesetanan, menggoyang-goyangkan pantat dan pinggulnya yang besar, montok dan putih itu. Benny mengangkat pula pantanya, mengimbangi gerakan-gerakan Tante Dewi. Ternyata dengan posisi ini, cukup mendatangkan kenikmatan juga. Tantea Dewi di atas dan Benny di bawah. Sambil terus juga dengan bersemangat menaik turunkan pantatnya. Tanta Dewi menciumi bibir Benny bertubi-tubi. Benny membalas tak kalah semangat.
Lidahnya masuk dan mengait-ngait lidah serta gigi-gigi Tante Dewi yang bersih, putih dan bagus bentuknya. Sementara itu, tangan Benny pun tidak tinggal diam, meremas-remas payudara Tanta Dewi yang kenyal, padat dan besar. Tentu saja dengan remasan-remasan mesra!
Tante Dewi semakin lama semakin kesetanan. Benny pun demikian pu1a. Keduanya merasakan ada sesuatu yang mendesak-desak darl dalam diri mereka. Semakln lama desakan-desakan itu semakin kuat sehingga membuat napas mereka tersendat-sendat. Ibarat orang yang sedang mendaki bukit untuk mencapai puncak. "Ehb, Bennn . . . !!!"
"Hmnmh! Sssh . . . oukh, Tante! Cepat dikit, sayang! Ayoh, Tante!"
"Bennnn! Sash . . . eng! Ennaaaaaakhh, say . . . !!"
"Sssst! Hmmmh . . . !!"
"Bennnn! Akh! Akhhuu mau keluarrrr . . . say!"
"Sayyyaaa jugghaaa, Tan . . . ! Oukh! Ayoh, Tantea! Putar terus! Semangat, Tante! Semangat! Oukh . . . !!"
"Bennnnn !!!" Tante Dewi semakin kesetanan. Tangannya mengerumasi dada Benny, sehingga Benny kesakitan. Namun bercampur enak. Demikian pula dengan tangan Benny. Membantu pantat dan pinggul Tanta Dewi. Disaat menurunkan pantatnya, Benny membantu dengan menekankan pantat Tanta Dewi kuat-kuat ke bawah. Blasssh!! Maka tanpa ampun, amblaslah seluruh zakar Benny ke dalam kemaluan Tante Dewi. Masuk ke pangkal-pangkalnya!
"Bennnnnnn!!" Tante Dewi meronta-ronta di atas tubuh Benny." Ennnaaakhh, Bennn! Akkhhuuu tak kuatttsss laggghhhi, say!! Akhhu kelluuuuarrr! Ssssh . . . akkkhhhh . . . !!" bersamaan dengan jeritan Tante Dewi, tubuh perempuan itu berkelojotan ke sana-ke mari. Kedua kakinya menyepak-nyepak. Tante Dewi mencapai puncak kenikmatan sempurna, yang tidak pernah diperolehnya dari suaminya yang setengah impotent. Benteng pertahanannya bobol! Bertubi-tubi bagian dalam lobang vaginanya menyemprotkan cairan kental, hangat dan licin.
Secara hampir bersamaan pula Benny pun mengeram keras. Bagaikan harimau lapar, Benny memeluk Tante Dewi kuat-kuat. Dan kemudian dengan sigap, Benny membalikkan tubuhnya, sehingga tubuh Tante Dewi yang berada di bawah. Benny menekan kuat sehingga Tante Dewi gelagapan. Batang zakar Benny berdenyut-denyut keras. Dan cairan kental, hangat dan licin pun bertubi-tubi pula menyembur, membanjiri lorong vagina Tante Dewi yang memang sudah banjir!
Tante Dewl tergelincir dari atas tubuh Benny. Terkulai lemas. "Bennnn! Oukh, aku puasss sekali!" bisik Tante Dewi sambil memeluk Benny dari samping.
Benny tak menjawab. Memandang langit-langit. Batang zakarnya masih tegak. Basah dan licin bekas-bekas cairan kenikmatan mereka berdua. Tante Dewi menciumi Benny bertubi-tubi. Tangannya meluncur ke bawah dan mulai mengurut-urut batang zakar Benny yang kehitaman. Rupanya Tante Dewi termasuk perempuan bertemperamen panas juga. Nafsunya menggebu-gebu. Merupakan pasangan setimpal dengan Benny. Diurut-urut terus oleh Tante Dewi mesra, nafsu Benny bangkit kembali. Napas Benny mulai lain. Tante Dewi senang sekali. Dia melompat dari sikap berbaringnya.
"Ayoh, Bennn! Timpah aku dari belakang!" ujarnya sambil mengambil posisi nungging. Pantatnya yang besar dan montok itu diacu-acukan ke depan. Melihat pemadangan yang sangat merangsang itu, Benny, tak kuat lagi menahan diri. Dia melompat ke belakang pantat Tante Dewi. Dengan bernafsu, Benny meremas-remas dan menggigiti bungkalan pantat Tante Dewi yang bundar dan putih. "Ayoh, Ben! Timpah aku! Hantam, Bennnn! Hantam! Jangan sungkan-sungkan! Lakukan saja sekehendakmu!"
Ditantang seperti itu, tentu saja Benny yang berdarah jantan dan panas, tidak akan mundur. lnilah yang membuat Tante Dewi senang; sekali. Benny benar-benar kuda. Berapa kalipun melakukan sanggama, dia tetap siap. Tidak seperti kebanyakan lelaki-lelaki lain, yang sudah loyo hanya baru sekali atau dua kali bertempur saja.
Benny mengambil posisi di belakang tubuh Tante Dewi yang nungging. Digenggamnya batang zakarnya yang sudah siap tempur. Diselipkan diantara belakang kedua paha Tante Dewi, dan kemudian menerobos bibir-bibir kemaluan Tante Dewi yang mencuat dan sudah terbelah. Dan, "Ehg . . . !!" Tante Dewi menahan napasnya. Kepalanya menyentak ke atas. Walaupun sudah terbiasa, mencicipi kepunyaan Benny, namun pada saat pertama kali kepala kemaluan yang bengkak itu menyelip, selalu Tante Dewi merasa kaget dan sedikit sakit!
"Ayoh, Ben! Aku sudah siap . . . !!" ujar Tante Dewi dengan tubuh sedikit bergetar, menahan berat tubuh Benny yang memeluk pinggangnya dari belakang. Tante Dewi lebih menunggingkan pantatnya, sehingga bukit kemaluannya yang sudah bengkak itu semakin mumbul. "Hantammm, Bennnnn!" ujar Tante Dewi yang seolah-olah komandan memberikan aba-aba pada anak buahnya untuk bertempur.
Benny segera melakukan tugasnya. Mengayun pantatnya. Dan batang zakar yang segede alaihim itupun menggelosor masuk, menerobos belahan daging kemaluan Tante Dewi dari belakang. Tante Dewi meringis-ringis, merasakan nikmat yang tidak bertara. Seluruh urat-urat tubuhnya bagaikan mengembang. "Terus, terus Bennnn! Semuanya, sayangghhh . . . !! Jangan disisakan! Semuanya . . . oukhhhhh!!" Tante Dewi merintih-rintih dengan suara sengau.
Benny merasakan hangat menyengat dan pijitan-pijitan lembut dinding-dinding vagina Tante Dewi membuat nafsunya semakin bergelora. "Oukh, Tante! Enaakhhh banget, khoook?!" Benny menggumam dengan mata merem melek. Pada waktu senjata Benny menggelosor masuk, Tante Dewi mengangkat pantatnya tinggi-tinggi, menyambut terobosan maut yang sangat mesra itu. "Ayoh, Bennnn! Hantammm terus! Yang keras, sayang! Kerassss, Bennnn! Kerasssshhhh . . . !!
"Tante Dewi mcnggoyang-goyangkan dan memutar-mutar pinggul dan pantatnya dengan mesra sekali. Pada waktu Benny menarik senjatanya, Benny agak sedikit menekan pantatnya, sehingga Benny merasakan batang zakarnya yang luar biasa itu bagaikan dipulir-pulir. Oukh, nikmatnya! Bukan main! Inilah yang membuat Benny terkesan oleh Tante Dewi!
Sebagaimana yang pertama, kali inipun keduanya sama-sama menyemprotkan cairan kenikmatan. Banyak sekali. Tante Dewi tersenyum-senyum bahagia. Oukh, Benny benar-benar hebat. Tante Dewi sudah beberapa kali menyeleweng dengan lelaki-lelaki lain, dikarenakan suaminya tidak dapat memberikan kepuasan. Namun diantara lelaki-lelaki itu, hanya Benny yang dapat memberikan kebahagiaan sempurna. Dan sejak Benny kost di rumahnya pada beberapa bulan yang lalu, Tante Dewi tidak pernah main dengan lelaki-lelaki lain.
"Bennnn! Jangan tidur dulu! Aku . . . aku . . . masih kepingin, sayang!" bisik Tante Dewi.
"Ih, Tante kayak kuda betina saja!" kata Benny sambil memijit hidung Tante Dewi.
"Dan kau kuda jantannya!" Tante Dewi tertawa kecil sambil menarik lengan Benny. "Ayoh Ben! Kita bertempur sambil berdiri!"
Demikianlah, sampai pagi, mereka terus bertarung. Entah berapa kali, tak terhitung. Keduanya akhirnya sama-sama menggeros kelelahan setelah matahari terbit. Namun sama-sama puas. Hari itu, Benny tidak ngantor. Tenaganya terkuras habis!

SELEMBUT SUTERA (D U A)

BUKAN BARU sekali ini Aningsih menghadapi lelaki. Tetapi secara jujur, Aningsih harus mengakui, bahwa lelaki seperti Benny sangat jarang ditemuinya. Lelaki bertemperamen panas. Jantan! Romantis. Lelaki-lelaki yang dihadapinya, kebanyakan loyo. Tidak dapat memberikan kepuasan padanya!
Aningsih membiarkan saja Benny meraba-raba sepasang buah dadanya yang montok ranum. Lengkap dengan putingnya yang kemerahan tegak menantang ke atas. Puting itu bergetar-getar, seirama dengan gerakan-gerakan bukit indah itu. Dan Benny meremasnya dengan lembut. Lembut sekali. Penuh perasaan.
Aningsih merengek manja. Menggeliat sambil merintih. Matanya meredup. Oukh, telapak tangan Benny hangat dan seakan-akan mengandung magnit. Membuat Aningsih jadi terangsang. Tangan lelaki itu masih juga meremas. Berpindah-pindah. Puas sebelah kanan. Beganti dengan sebelah kiri. Bervariasi dengan tekanan-tekanan yang romantis. Mendatangkan rasa geli-geli dan nikmat. "Oukh, Bennnn! Hmmnrhhh . . . sssh, akh!" ujar Aningsih sambil membusungkan dada yang sedang diremas Benny, agar Aningsih lebih dapat meresapkan rasa geli-geli nikmat itu.
Benny memang pintar menaikkan rangsang perempuan sedikit demi sedikit. Bukan hanya tangannya saja yang pintar bermain. Tetapi juga hidung dan mulutnya. Hidungnya menciumi permukaan payudara yang padat dan montok itu. Tidak terlalu besar dan juga tidak kecil. Bentuknya sangat indah. Membuat gemas. Cara Benny menciumi sepasang payudara itupun bervariasi. Sebentar keras dan sebentar lembut. Dan darah yang mengalir di tubuh Aningsih semakin deras saja!
"Ben !! Kamu sering main perempuan!" tanya Aningsih ditengah-tengah napasnya yang terengah.
"Tidak sering, Mbak. Baru beberapa kali saja." ujar Benny sambil membuka mulutnya dan memasukkan puting buah dada yang merah kecoklatan itu.
"Auww . . . !!" Aningsih menjerit lirih. Dan perempuan itu menggelinjang-gelinjang, bilamana puting buah dadanya dikulum oleh Benny. Dan untuk kesekian kali, Aningsih harus mengakui, bahwa kuluman bibir Benny sangat berbeda dengan kuluman bibir lelaki-lelaki lainnya. "Hsssh, akh! Terus, Bennnn! Terussss, sayangghhh . . . !! Hmmmhhh . . . !!" dua telapak tangan Aningsih mengerumasi rambut Benny sambil menekankan.
Benny semakin terangsang. Sungguh nikmat puting buah dada itu. Dikulum oleh Benny. Dilepaskan. Dikulum. Dilepaskan lagi. Berganti-ganti kanan dan kiri. Dikulum lagi, dilepaskan lagi. Berulang-ulang dengan tak bosan-bosannya. Dan puting itu semakin tegang lagi. Benny melakukannya bervariasi. Sebentar lembut dan sebentar keras. Dan rasa geli bercampur kenikmatan semakin terasa. "Oukh, Benny! Teruskan, sayanghhh . . . !! Sssh ennnak, Bennnn!!!" mulut Aningsih mendecap-decap seperti orang kepedasan. Tersendat-sendat. Dan buah dada Aningsih semakin keras, pertanda perempuan itu kian terangsang. Lebih-lebih bilamana Benny menggeser-geserkan di antara gigigiginya. Nikmat! Dan napas Aningsih turun naik. "Bennyy!! Keras, dikit! Ya, ya. gitu. Aukh, Bennnn! Kok enakkkh, sihhhh !" dan Aningsih merintih-rintih.
Benny semakin bersemangat. Digigit-gigitnya pentil susu yang kenyal itu. Dihisapnya. Lalu dijilatinya dengan bernafsu. Sebentar ditinggalkannya, puting itu. Lalu Benny mengecupi buah dada ranum itu bertubi-tubi. Lalu kembali ke pentil susu .yang siap menanti. Dibisapnya lagi. Digigitinya. Dikulum-kulumnya Lalu dilepaskannya lagi. Sementara tangan Aningsih tak menentu mengerumasi rambut Benny yang tebal, sehingga rambut lelaki itu menjadi acak-acakan.
Lama Benny mencumbu sepasang susu yang indah menggiurkan itu. Demikian pula dengan ketiak perempuan itu. Benny tak mau membiarkan menganggur. Ketiak Aningsih berbulu lebat. Sesuai dengan selera Benny. Benny memang paling senang dengan perempuan-perempuan yang cantik yang ketiaknya berbulu lebat. Sesuai dengan pengalaman Benny, biasanya perempuan-perempuan itu bertemperamen panas.
Benny menciumi ketiak perempuan itu, lalu menurun sampai ke pinggang sebelah kiri. Naik lagi ke ketiaknya, menurun lagi sampai ke pinggangnya. Demikian berulang-ulang. Benyy juga menggunakan ujung lidahnya untuk menjilatjilat sambil menggigiti keras dan lembut. "Uukh, Bennnn! Kami sungguh pintar membahagiakan perempuan . . . !!!" bisik Aningsih terputus-putus.
Benny bukan hanya sekali ini mendengar ucapan seperti itu. Ketika mencumbu ibu kostnya, Tante Dewi, Benny juga menerima ucapan-ucapan seperti itu. Di samping itu, Tante Dewi juga mengatakan, bahwa seumur hidupnya, dia takkan mampu melupakan Benny.
Permainan lidah Benny terus dengan gencar menyerang tempat-tempat di tubuh Aningsih yang sensitip. Dijilatinya perut Aningsih yang licin dan langsing. Pusarnya menjadi sasaran ciuman-ciuman Benny berulang-ulang. Sambil berbuat demikian, tangan Benny membelai-belai kedua paha Aningsih yang masih terkatup.
Aningsih sudah gemetar tubuhnya. Panas dingin. Ketika Aningsih menengok ke bawah, pandangannya beradu pada sesuatu di antara kedua paha Benny. Aningsih menelan ludah. Benda itu sejak tadi menggodanya. Aningsih menurunkan tangannya. Digenggamnya batang zakar Benny yang aduhai. Benny yang sedang menciumi sedikit di bagian bawah pusar Aningsih tertahan-tahan napasnya. "Oukh. Mbak . . . !" katanya. Aningsih merasakan benda yang digenggamnya, yang baru separuh tegang, hangat dan besar. Senang sekali menggenggam seperti itu. Sementara itu. tangan Benny masih juga terus meraba-raba Aningsih berganti-ganti.
"Sabar, Mbak!" bisik Benny. "Nanti Mbak boleh berbuat apa saja terhadap punyaku. Tetapi sekarang, aku sedang ingin mencumbu tubuh Mbak. Seluruh tubuh Mbak! Kurang leluasa kalau Mbak menggengam punyaku begini!"
Apa boleh buat. Meskipun Aningsih masih ingin menggenggam batang zakar yang luar biasa itu, terpaksa dilepaskan. Maka kini dengan leluasa melakukan aktifitasnya.
Dan . . . hhmmmh! Benny menahan napas bilamana pandangannya ditujukan ke selangkangan Aningsih. Bagian itu gompyok ditutupi rambut yang tebal keriting. Hmmh! Rambut kemaluan Aningsih bukan main lebat dan ikal. Menghitam! Kata orang, semakin tebal rambut kemaluan perempuan akan semakin enak kalau digituin. Dan sekarang, secara jujur, Benny harus mengakui, bahwa dia belum pernah mendapatkan perempuan yang rambut kemaluannya setebal dan selebat Aningsih. Benny menelan ludah. Jika menuruti nafsunya, tentu saja seketika itu juga Benny akan membenamkan batang kemaluannya yang sudah kian tegang, ke belahan daging hangat di balik rimbunan hutan lebat itu. Tetapi Benny bukanlah type lelaki yang serba grasa-grusu. Dia tidak akan menggituin pereinpuan, sebelum lebih dulu memberikan kesan yang sangat mendalam. "Oukh, Ben!" Aningsih menepuk pipi Benny lembut. "Kau kok jadi berobah seperti patung! Apa aku ini aneh bagimu!"
Benny menelan ludah sambil tersenyum. "Bukannya aneh, Mbak. Tetapi anumu, nih . . . !" ujar Benny sambil membelai rambut kemaluan Aningsih. "Rambut kemaluan ini indah dan menawan sekali. Baru rambutnya saja sudah begini menggiurkan, apalagi kemaluanmu. Tentunya enak sekali. Hmmh!"
Aningsih tertawa kecil. "Kau senang sekali pada rambut kemaluanku. Ben?!" tanya Aningsih sambil menggosok-gosok bulu-bulu rambut di dada Benny.
"Senang sekali, Mbak. Senang sekali," Benny masih terus dengan mesra membelai-belai rambut kemaluan yang indah itu.
"Kamu sering mengerjai perempuan yang rambut kemaluannya setebal punyaku!"
"Belum, Mbak. Baru sekali ini. Bahkan aku pernah menccipi punya perempuan yang botak!" ujar Benny.
Aningsih tertawa kecil lagi sambil mengerumasi ramhut Benny. "Nah, terserah kaulah. Perbuatlah apa saja yang kau sukai pada punyaku!"
Walaupun tanpa diperintah seperti itu, tentu saja Benny akan berbuat sesukanya terhadap kemaluan Aningsih yang kini sudah terpampang di hadapannya. Benny menggerai-geraikan rambut kemaluan yang tebal, panjang dan keriting itu. Lalu ditekan-tekannya. Lalu diciuminya. Kadang-kadang ditarik-tariknya. Aningsih merasakan kemesraan amat sangat. Secara naluriah, pahanya mulai membuka sedikit demi sedikit. Jari-jari tangan Benny bermain-main di pebukitan itu. Hmmh, mesranya! Selangit!
"Bennn !!" Aningsih merintih.
Benny menguakkan bibir-bibir kemaluan Aningsih. Hmm, tampak bagian dalamnya yang kemerahan. Sangat indah menawan. Benny menelan ludah. Beginilah kiranya kemaluan perempuan. Dengan mesranya, Benny meraba-raba vagina yang indah itu. Merah dan licin. Pada bagian atas, pada pertemuan antara dua bibir, tampak sekerat daging kecil. Nyempil sendirian. Tidak berteman. Sungguh kasihan. Benny memandangi sepuas-sepuasnya panorama indah mengesankan itu. Ningsih memijit hidung Benny agak kuat. "Oukh, Ben! Mengapa cuma melihati saja?! Memangnya punyaku barang tontonan!"
Benny tersenyum. Tahulah dia, bahwa Aningsih sudah kepingin sekali dikerjai vaginanya. Padahal Benny masih ingin lebih lama memandangi. Vagina Aningsih rasanya lebih indah dari pada vagina-vagina perempuan lain yang pernah disaksikannya. Dengan mesra, jari-jari Benny menyentuhnya. Aningsih tergelinjang. "Wow! Hmmh, Bennnnnnn!! Ss sh, akh!" Aningsih menggeliat. Jari Benny terus juga bermain. Mengutik-utik kelentit yang nyempil aduhai.
Benny menempatkan di antara kedua paha Aningsih yang sudah mengangkang. Liang vagina yang sebaris dengan sibakan bibir inilah yang dapat menjepit dan memberikan kenikmatan kepada zakar. Lagi-lagi tangan Benny menyentuh kelentit yang cuma sekerat itu. Dan lagi-lagi Aningsih bergelinjang. Nikmatnya bukan main. Orang suka bilang, kelentit itu bisa berdiri. Benarkah?! Benny senang sekali dan mengulangi perbuatannya berkali-kali. "Oukh, geli, Ben! Geliiiii! Sssh, akhh . . . !!" Aningsih merintih-rintih.
Tingkah Benny saat itu, bagaikan kanak-kanak yang memperoleh permainan yang mengasyikan. Permainan yang tidak ada dijual di toko. Semakin giat Benny menyentuhi sekerat daging kecil itu. Aningsih mengerumasi rambut Benny.
Tidak puas dengan hanya menyentuh dengan tangan saja, bibir-bibir kemaluan yang ditumbuhi rambut itu, dikuakkan oleh Benny semakin lebar lagi. Kedua kaki Aningsih kini telah niengangkang selebar-lebarnya, menekuk ke atas. Sekarang, bagian dalam kemaluan itu telah terpampang selebar-lebarnya. Terbebas sama sekali. Sedetik kemudian, Aningsih terpekik: "Awww . . . !" Tubuhnya tersentak ke atas. Rupanya Benny telah membenamkan hidungnya ke dalam belahan daging yang aduhai itu. "Bennn . . . !! Uf ! Ssssh ennnakhhh, Bennn!!" Aningsih merintih-rintih sambil menekankan belakang kepala Benny dengan kedua tangnnya. Maka hidung Benny mulal menggusur ke sana-ke mari. Seperti akan membongkar seluruh bagian vagina Aningsih. Kaki Aningsih menendang-nendang ke atas, merasakan kenikmatan tidak bertara. Benny terus dengan giatnya menciumi. Vagina Aningsih menyebarkan aroma yang segar merangsang!
"Oukh, Bennn! Enak . . . enak . . . enak, sayangghhhh! Teruskan, Ben! Ayo, lebih cepat .dikit. Hmmmh Bennnn! Terus, sayang. Terus, terus, akhhhh !!"
"Aku juga, Mbak! Aku . . . aku . . . juga enak," bisik Benny sambil juga menggunakan. lidahnya, menjilat dan menjilat.
Mata Aningsih merem melek. Kepalanya terlempar ke sana-ke mari. Lehernya menggeleyong-geleyong. "Bennn! Kamu senang menciumi punyakuuuu . . . ?!! Shhh . . . !!!" tersendat-sendat suara Aningsih.
"Senang sekali, Mbak! Punyaku jadi semakin tegang, nih!" kata Benny tersendat-sendat pula. Dan lidah Benny terus juga menjilat dan menjilat. Menyapu-nyapu kelentit Aningsih. Benar saja! Kelentit itu semakin tegak, menandakan Aningsih telah terbakar oleh nafsu birahi. Kedua kaki Aningsih terus menyentak-nyentak ke atas. Pantatnya diangkat dan digoyang-goyang. Oukh, sungguh, permainan yang mengasyikkan.
Benny benar-benar menyukai menciumi dan menjilati vagina Aningsih yang harum itu. Sama sekali tidak jijik. Justru sebaliknya. Ketagihan. Benny semakin rakus dan semakin rakus.
"Bennn!!! Hhhssshh. Hmmm . . . hmmmhhh!" suara Aningsih menggeletar. Badannya nienggeliat-geliat tak menentu. Tubuhnya menggelepar-gelepar, bilamana ujung lidah Benny mengait-ngait dan menusuk-nusuk liang vagina Aningsih yang terasa liat. Sentuhan-sentuhan lembut vagina yang berdenyut-denyut itu kian membakar nafsu birahi. Dan tiba-tiba Aningsih mengejang. "Bennn . . . !! Sssh ! Akkkhhhuuu tak kuaattsss, sayaugghh . . . !!" Aningsih merentak-rentak.
"Ayoh, Mbak! Keluarkan! Aku sudah siap menerima!" ujar Benny yang terus juga dengan bersemangat menusuknusuk vagina Aningsih dengan ujung lidahnya.
"Iyyaa, Bennnn! Akhhhu shhi . . . aukhh! Bennn! Ennnakkhhhh, meronta-ronta bagaikan kesetanan. Berbarengan dengan jeritannya yang menyayat, Aningsih mengangkat pantatnya tinggi-tinggi dan menekankan belakang kepala Benny sekuat-kuatnya, sehingga tanpa ampun separuh wajah Benny membenam sedalam-dalam ke bagian dalam kemaluan Aningsih. Bertepatan dengan itu pula, menyemprotlah cairan hangat dan licin. Kental. Menyiram lidah Benny yang terus menusuk-nusuk lobang vagina Aningsih.
Benny yang memang sudah siap menerima, bagaikan kesetanan, menghirup habis cairan yang banyak sekali itu. Terus dijilat dan disapu bersih, masuk ke kerongkongannya. Sudah tentu Aningsih semakin berkelojotan, dikarenakan rasa nikmat yang luar biasa sekali. Sampai akhirnya tetes cairan yang terakhir. Tubuh perempuan itu melemas. Sedangkan Benny sendiri, merasakan pula nikmat luar biasa ketika mereguk cairan licin itu. Cairan kenikmatan Aningsih gurih sekali, lebih gurih dari pada segala yang paling gurih di dunia ini !
Benny tertunduk sambil menjilati sisa-sisa cipratan cairan Aningsih yang melekati pinggiran bibirnya. Aningsih melompat dan memeluk Benny kuat-kuat. "Oukh, Bennn! Terima kasih, sayangl Kau hebat! Jantan! Kau mampu membuat perempuan bahagia!" dan Aningsih menciumi bibir Benny bertubu-tubi.
"Aku sampai kenyang menelan cairanmu. Banyak dan kental sekali! "ujar Benny.
"Kau tidak jijik, Ben ?!"
"Sama sekali tidak. Malah aku ketagihan. Kalau masih ada, aku masih mau meneguknya lagi!"
Aningsih tambah gembira. Menciumi lagi bibir Benny bertubi-tubi. Kemudian didorongnya tubuh lelaki muda itu sehingga tergelimpang di atas kasur. "Kau sudah mengerjai punyaku! Sekarang, ganti aku yang mengerjai punyamu!" ujar Aningsih yang segera menyergap selangkangan Benny.
"Auwww . . . !" Benny menjerit kaget.
Namun Aningsih tidak menghiraukan. Batang bazoka Benny yang sudah benar-benar tegak mengacung, sejak tadi sangat menggoda. Aningsih sudah ingin sekali menciumi dan mengemoti. Dan sekarang, keinginan itupun kesampaian.
Dengan mesranya Aningsih membelai-belai batang kemaluan itu yang bukan main luar biasa besar dan panjangnya. Demikian pula dengan kepalanya yang berkilat dan membengkak. "Oukh, punyamu hebat sekali, Ben! besar dan panjang. Hmmhh . . . !!!" Aningsih terus juga membelai sambil sesekali menggenggam. Mulai dari pangkalnya yang dipenuhi rambut lebat sampai ke ujungnya yang berkilat dan membengkak, berbentuk topi baja.
"Kamu suka pada punyaku, Mbak?!" tanya Benny sambil membiarkan Aningsih mengeser-geserkan zakarnya yang hebat itu ke pipi dan matanya.
"Suka sekali, Ben! Tetapi ugh! Punyamu besar banget. Bengkak! Aku jadi negeri!"
"Ngeri kenapa?!"
"Ngeri kalau-kalau vaginaku sobek dan rusak!"
Beny teatawa kecil. "Kau ini ada-ada saja. Kan semakin besar semakin enak!"
"Iya! Tetapi punyamu ini besarnya nggak ketulungan!" ujar Aningsih.
Benny tertawa lagi. Batang zakarnya berkejat-kejat digenggaman Aningsih. "Aku belum pernah merasakan batang zakar yang besar dan panjangnya kayak punyamu ini," ujar Aningsih lagi.
Benny merasakan geli dan nikmat bukan main ketika Aningsih menciumi zakarnya yang semakin membengkak. Rasa geli yang nikmat dirasakan Benny. Tubuh lelaki itu kejang. Matanya membeliak-beliak. "Hmmh, Mbak! Sssh . . . !" mulutnya mulai merintih-rintih.
Sambil menciumi, Aningsih memijit-mijit batang bazoka yang keras bagaikan tonggak itu. Menjadikan Aningsih gemes. Ujung lidah menciumi benda aduhai itu. Benda yang dapat memberikan kenikniatan luar biasa kepada wanita. "Ben! Perempuan-perempuan yang sudah kau kerjai, pasti pada ketagihan!" ujar Aningsih.
Benny tidak menjawab. Dia mendacap-decap bagaikan orang kepedasan. Tengah meresapkan kenikmatan yang luaz biasa. Lezat!
Alat vital dalam genggaman Aningsih itu semakin membengkak dan semakin memanjang lagi. Aningsih yang gemas bukan main, semakin tak tahan. Segera dia menempatkan dirinya sebaik-baiknya diantara kedua kaki Benny yang tertekuk. Kedua paha Benny terlentang selebar-lebarnya, sehingga tangan kanan Aningsih menggenggam alat vital yang kencang itu, tangan kirinya memhelal-belai rambut kemaluan Benny yang tebal dan ikal, tumhuh sanipai ke pusar. Merinding bulu-bulu roma Aningsih bilamana dia menciumi seluruh batang dan kepala kemaluan yang luar biasa itu. Bukan main. jari jari Aningsih hampir tidak muat menggenggam alat vital yang luar biasa itu. Memang inilah yang sangat disukai Aningsih. Dulu, dia pernah mendapatkan lelaki yang juga memiliki bazoka besar. Dan sejak itu, Ningsih sangat merindukannya. Dan baru sekarang, dia memperolehnya kembali setelah bertahun-tahun berselang. Aningsih yang semakin gemas segera menjulurkan lidahnya, menjilat batang kemaluan itu. Lalu dingangakannya mulutnya dan dimasukkannya bazoka luar biasa itu. Keruan saja Benny nienggelinjang kaget namun nikmat. "Ouw, Mbak! Hmmh . . . enak sekali, Mbak!" Benny merintih. Kedua kakinya terangkat naik dan menyepak-neyepak ke atas.
Mendengar rintihan Benny, Aningsih jadi semakin bersemangat. Kepala bazoka yang berbentuk topi baja itu dikulumnya. Digigitnya. Tingkah Aningsih tidak ubahnya, bagaikan seseorang yang mendapat makanan lezat. Nikmat sekali. Sampai matanya terpejam-pejani. Air liurnya menetes-netes. Kepala yang berbentuk topi baja itu sangat hangat dan. kenyal. Demikian pula halnya dengan Benny. Kunyahan-kunyahan mulut Aningsih dirasakannya sangat nikmat dan merangsang nafsu birahinya. Benny merintih-rintih. Kedua kakinya semakin menyepak. Matanya mebeliak-beliak, sehingga hanya putihnya saja yang tampak. Aningsih kian bersemangat. Sekarang, bukan hanya kepalanya saja yang dikulum dan digigiti Aningsih, tetapi seluruh batang kemaluan yang perkasa itu. Semntara itu, kedua telapak tangan Aningsih tidak tinggal diam. Sementara mulutnya mengulum, tangannya menarik-narik rambut kemaluan Benny yang luar biasa lebarnya. Dan tangan yang satu lagi mempermainkan sepasang biji milik Benny.
"Enak, Ben . . . ?!" tanya Aningsih ditengah-tengah kesibukannya.
"Enak sekali Mbak. Ennaaakkkh !!!" Benny berusaha menyahuti tersendat-sendat. Kedua tangannya.
Aningsih terus juga melalap senjata yang luar biasa itu. Demikianlah secara beraturan, kepala dan batang zakar Benny keluar masuk mulut Aningsih. Pada waktu masuk, mulut Aningsih sampai kempot. Sedangkan pada waktu keluar sampai monyong. Semakin lama semakin cepat. Tubuh Benny gemetar. Jemarinya mencengkeram rambut Aningsih kuat-kuat. Rintihan . . . rintihannya semakin menghebat, sementara Aningsih kian gencar menyerbu menggebu-gebu. Akhirnya, Benny menjerit histeris. Pantatnya diangkatnya tinggi-tuiggi, sedangkan kedua telapak tangannya menekan belakang kepala Aningsih kuat-kuat. Dan batang serta kepala kemaluan Benny pun membenam sedalam-dalamnya, merojok sampai ke tenggorokan Aningsih. Dengan bersemangat sekali, tangan Aningsih mengocok pangkal kemaluan Benny dengan cepat dan mesra. Dan tanpa ampun lagi : "Crroott! Crrrroooottss! Crrottttsssss . . . !!!" menyemprotlah cairan kental dari dalam batang kemaluan yang berdenyut-denyut dengan dahsyatnya. Daya semprotnya luar biasa sekali. Tubuh Benny menggigil. Aningsih tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dengan nikmat sekali disedotnya batang kemaluan Benny. Maka tanpa ampun, bergumpal-gumpal cairan kenil:matan Benny, tertumpah semuanya ke dalam mulut dan tenggorokan Aningsih. Mata Aningsih sampai terpejam-pejam, menelan seluruhnya sampai tetes terakhir. Benny setengah mengeluh memejamkan matanya. Tubuhnya lemas tidak bertenaga. "Oukh, Mbak. Kau sungguh hebat!" bisiknya.
Aningsih tertawa sambil menyeka mulutnya yang sebagian masih dibasahi sisa-sisa cairan kental. "Bagaimana, Ben?! Enak?!" tanya Aningsih.
Benny menarik lengan Aningsih, sehingga perempuan itu jatuh ke dalam dekapannya. "Enak sekali, Mbak. Oukh, enak sekali! Kaupun mampu membahagiakan lelaki!" ujar Benny.
Aningsih tersenyum mendengar pujian Benny, "Aku haus, Ben. Tolong ambilkan aku minum di meja itu, dong!" ujar Aningsih.
Benny melompat turun dari tempat tidur, menuangkan Fanta merah dari botol besar ke gelas sampai penuh. Kemudian memberikannya pada Aningsih. Aningsih meneguknya dengan lahap. Haus sekali rupanya. Sampai habis tiga perempat gelas. Kemudian Benny menuangkan lagi ke gelas sampai penuh, kemudian meneguknya sampai habis.
"Benny . . . !" mata Aningsih berkejap-kejap. Punyaku sudah ingin sekali dimasuki punyamu." Dan Aningsih melirik ke selangkangan Benny. Senjatanya masih tegang mengacung.
"Kita istirahat dulu sebentar ya, sayang!" bisik Benny sambil membelai rambut Aningsih.

SELEMBUT SUTERA (SATU)

TAMAN RIA Remaja Senayan. Air membentang seluas mata memandang. Perahu-perahu hilir mudik dengan berbagai bentuk. Kebanyakan berkepala bebek.
Penumpang-penumpangnya bermacam-macam. Ada keluarga. Terdiri Bapak, Ibu dan anak-anaknya. Atau pasangan-pasangan yang sedang berpacaran.
Wajah-wajah mereka menunjukkan kegembiraan. Ada yang senyum, tertawa cerah. Atau bercanda ria.
Memang demikianlah halnya kebanyakan pengunjung-pengunjung Taman Ria ini.
Kebanyakan menampakkan wajah gembira. Ceria. Namun di antaranya, ada seorang yang tidak menampakkan wajah gembira. Benny ! Dia duduk di atas rerumputan pebukitan yang memanjang. Matanya memandang ke depan. Sebentar meredup, sebentar membola. Seperti ada golakan di dalam hatinya. Seperti gelombang yang menderu-deru. Tiap sebentar menghela napas panjang!
Langit cerah. Awan-awan putih bergumpal-gumpal di sela-sela langit biru. Benny merebahkan tubuhnya di atas rerumputan.
Kedua lengannya disilangkan di bawah kepala. Lama dia memandang langit. Tetapi langit bagai tak tampak. Yang terlihat olehnya, bayangan kabut.
Bergumpal-gumpal. Di antara kabut itu, bagaikan menyembul seraut wajah. Perempuan. Cantik. Dan tik. Dan Benny menarik napas panjang lagi.
Seraut wajah itu tersenyum. Manisnya. Lebih manis dari pada gula atau segala yang paling manis di dunia ini. Benny memejamkan matanya. O, kesalnya dia.
Tak ingin sebenarnya dia menyaksikan seraut wajah itu. Tetapi wajah itu seperti mengejarnya. Wajah Lisa. Wajah seseorang yang dicintainya.
Benny membuka matanya lagi. Secara jujur, Benny, pemuda yang berusia sekitar dua puluh empat tahun itu, harus mengakui, bahwa dia sangat mencintai Lisa.
Belum pernah sebelumnya, Benny mencintai seseorang, seperti besarnya kecintaannya kepada Lisa, Tetapi sekarang! Cinta yang besar itu telah berobah menjadi kebencian.
Kebencian amat sangat. Benny merentak. Setengah menyentak, dia bangun dari sikap berharingnya.
Berpaling ke kiri dan meludah. Dan . . . tiba-tiba mata Benny bentrok dengan mata seseorang. Seorang perempuan.
Benny terperangah. Sejak kapan perempuan itu duduk di situ. Benny tidak melihatnya pada beberapa menit yang lalu.
Perempuan itu, berwajah tirus dengan sepasang mata bola yang indah, dengan rambut dibiarkan tergerai pada bahunya, masih saja memandang Benny. Umurnya sekitar tiga puluh tahun. Sendirian ! Benny menelan ludah! Uf! Mata yang indah. Duduk dengan sikap agak sembarangan, sehingga ujung roknya tersingkap. Dan menyembullah pahanya yang memutih penuh !
Benny segera menarik pandangnya dan melemparkannya ke arah lain. Uf! Persetan dengan perempuan. Walau bagaimanapun cantiknya.
Tentu dia tidak berapa jauh dengan Lisa! Benny memandang langit. Tetapi . . . mata perempuan itu sangat indah . . . Lebih indah dari pada mata Lisa.
Secara naluriah. Benny berpaling lagi ke kiri. Dan lagi-lagi matanya bentrok. Uf! Perempuan itu membalas senyum Benny. lni benar-benar di luar dugaan.
Dan Benny berpikir, perempuan itu cuma sendirian. Hmm! Benny mengangguk. Dan hati Benny jadi mengembang, bila perempuan itupun itu pun membalas mengangguk.
"Aku tidak boleh ge-er!" ujar Benny dalam hati. "Aku tidak boleh mengharapkan terlalu banyak. Cukuplah bila bisa ngobrol-ngobrol. Dia sendiri. Dan akupun sendiri.Lumayan menjadi teman ngobrol!"
Berpkir demikian, Benny menunjuk dirinya, kemudian menunjuk perempuan itu. Maksudnya, Benny menanyakan. bagaimana kalau Benny menemani perempuan itu duduk.
menikmati alam indah Taman Ria. Perempuan itu tertawa kecil sambil mengangguk. Dan Benny tentu saja tidak ingin membuang-buang waktu.
Segera dia berdiri dan menghampiri perempuan itu.
"Tidak mengganggu?!" tanya Benny sambil duduk di sisi perempuan itu.
"Senang sekali dikawani!" jawab perempuan itu.
"Sendirian?" tanya Benny.
"Seperti yang kamu lihat!" kata perempuan itu sambil mengerling. Kemudian melanjutkan: "Sebenarnya saya menunggu seseorang."
"Pacar?!"
"Belum bisa dikatakan begitu. Hanya kawan biasa. Dan kamu?!" tanya perempuan itu, yang tahu betul bahwa Benny jauh di bawah umurnya.
"Saya memang datang sendirian," ujar Benny.
"Nggak sama pacar?!" tanya perempuan itu sambil terscnyum.
"Saya . . . eh, belum punya pacar."
"Bohong!" kata perempuan itu spontan.
"Kenapa Mbak menuduh saya bohong?!" Benny mengernyitkan keningnya.
"Umur kamu berapa?!"
"Dust puluh empat!"
"Dua puluh empat tahun, belum punya pacar. Siapa yang mau percaya!"
"Tetapi saya betul-betul belum punya pacar!" jawab Benny. Padahal dalam hati, Benny sangat menyesali ucapan mulutnya. "Aku bohong, Mbak. Aku sebenarnya punya pacar. Tetapi aku sebel sama dia!"
"Nama kamu siapa?!"
"Benny. Dan nama Mbak?!"
"Aningsih."
"Ya. Kenapa?!"
"Nggak apa-apa! Nama yang manis!"
Perempuan itu tertawa kecil sambil memukul bahu Benny. "Uf kamu ini! Baru ketemu, sudah merayu!"
"Saya nggak merayu, Mbak. Nama Mbak memang manis, seperti orangnya. Cantik. Llncah. Dan ketawa Mbak itu, lho!"
"Memangnya kenapa dengan ketawaku?!"
"Manisnya nggak ketulungan!"
Perempuan itu ketawa lagi. ketawa lagi !
"Makin manis saja," kata Benny.
Perempuan itu, yang menyebutkan namanya Aningsih, memukul bahu Benny. Ganti Benny yang ketawa-ketawa senang.
"Kamu seharusnya sudah punya pacar."
"Nggak ada perempuan yang mau sama saya."
"Bohong! Kamu ganteng! Pasti banyak perempuan yang mau sama kamu!"
"Sungguh kok, Mbak," kali ini Benny bicara lebih serius. Dicabutnya sebatang rumput yang tumbuh di hadapannya. Digigitinya ujungnya sampai hancur. Kemudian dilemparkannya. Lalu berkata dengan suara lebih perlahan: "Tak ada perempuan yang mau sama saya!"
"Mengapa kamu beranggapan demikian?!"
"Kenyataannya memang begitu."
"Jangan-jangan kamu sendiri yang jual mahal. Sebenarnya banyak perempuan yang mau sama kamu. Tetapi kamu sombong. Tidak memandang sebelah mata pada mereka!"
"Tidak begitu, kok!" jawab Benny. "Saya biasa-biasa saja!"
"Kalau kamu biasa-biasa saja pasti sudah punya pacar!"
Benny mencabut lagi sebatang rumput, menggigitnya, kemudian membuangnya lagi jauh-jauh. "Saya memang pernah punya pacar. Kan saya sangat mencintainya. Tetapi . . . " terputus ucapan Benny.
"Tetapi mengapa . . . ?!" bertanya Mbak Ning antusias. Rupanya dia ingin tahu. Benny mencabut lagi sebatang rumput. Seperti tadi, digigitnya, kemudian dilemparkannya jauh-jauh.
"Putus, Mbak."
"Mengapa putus?!"
Benny diam. Memandang ke arah danau. Mbak Ning juga memandang ke arah danau, lalu kembali pada Benny. "Mengapa putus?!" Mbak Ning mengulangi pertanyaannya.
"Barangkal sudah begitu nasib saya!"
"Pasti kamu yang memutuskan. Kamu sudah bosan sama dia. Kamu kepingin ganti pacar lain. Maka kamu mencari gara-gara!"
"Saya tidak serendah itu."
"Lalu mengapa bisa putus?!"
"Dia yang memutuskan."
"Dia pacaran dengan lelaki lain?!"
"Ya!"
Aningsih menghela napas. "Kalau begitu, kamu patah hati sekarang. Tidak apa. Kisah cinta tidak selalu berjalan mulus Kamu laki-laki. Tidak boleh cengeng. Masih banyak yang bisa kamu harapkan dalam hidup ini. Perempuan tidak cuma satu di dunia ini!"
"Barangkali memang begitu. Tetapi saya sulit sekali melupakannya."
"Kamu sangat mencintainya?!"
"Ya!"
"Kamu harus berusaha melupakannya. Itupun kalau kamu benar. Jangan-jangan kamu cuma bohong!"
"Sungguh kok, Mbak Ning. Saya tidak bohong. Kalau Mbak tidak percaya, Mbak boleh melihat fotonya," sambil berkata demikian Benny mengambil dompetnya dan mengeluarkan sehelai foto berukuran separoh kartu pos. Diserahkannya pada Mbak Ning. Perempuan itu mengamat-amati foto itu. Foto seorang gadis separuh badan. Cantik. Berusia sekitar dua puluh satu tahun.
Mbak Ning menyerahkan kembali foto itu.
"Cantik memang. Pantas kamu sangat mencintainya. Tetapi Mbak lihat, gadis ini type setia. Rasanya hampir tidak mungkin kalau dia mengkhianati cinta kalian!"
Benny menyimpan kembali sehelai foto itu ke dalam dompetnya, kemudian dimasukkan ke saku belakang celananya. "Mengapa Mbak tidak percaya, padahal saya sudah menceritakan yang sebenarnya."
"Kalau memang begitu, yah . . . apa boleh buat. Kamu harus tabah," suara Aningsih seperti yang sedang memberi petuah.
"Ya, memang. Saya harus tabah," ujar Benny.
Angin melembut, menggerai-geraikan rambut mereka. Perahu-perahu masih saja hilir mudik di danau buatan. Pucuk-pucuk pinus bergoyang di ke jauhan. Di bawah mereka, di aspal jalan yang melingkari bukit kecil panjang itu. Ada sepasang manusia yang berjalan mesra sekali. Lengan si lelaki melingkari pinggang si wanita. Sedangkan kepala si wanita menyandar ke bahu si lelaki. Mesranya! Selangit!
"Kadang saya sering iri jika melihat kemesraan orang lain," ujar Benny yang melihat sepasang insan yang saling mencinta itu.
Kalau begitu, mengapa kamu datang ke mari sendirian?! Di sini banyak sekali pemandangan yang menyiksamu!"
"Tempat ini banyak memberikan kesan pada saya, Mbak. Saya dan Lisa datang ke mari. Kami bermesraan. Saya senang mengembalikan kesan-kesan itu!"
Mbak Ning tertawa. "Kau salah!" katanya. "Yang begitu, malah akan semakin menyiksamu!"
"Yah, saya memang salah. Memang salah!" ujar Benny seperti mengeluh. Lalu Benny mencabut lagi sebatang rumput. Digigitinya. Lalu dilemparkannya kembali. "Dan Mbak sendiri?! Mengapa Mbak ada di sini?!"
"Sudah kukatakan, bukan?! Aku menunggu seseorang." kali ini wajah Mbak Ning menampakkan kegelisahan.
Benny menatap lebih tajam. "Kelihatannya Mbak bohong!"
"Kamu tidak percaya?!"
"Ya! Saya tidak pereaya!"
"Apa yang menyebabkan kamu tidak percaya?!"
"Mata Mbak! Mulut Mbak, bisa bohong. Tetapi mata Mbak tidak. Mata Mbak lebih jujur!"
Aningsih menggigit-gigit bibirnya sendiri. "Saya tidak bohong."
"Lalu, yang menunggu mbak itu, tidak datang?!"
"Sudah hampir satu jam aku menunggu. Rasanya dia memang tidak datang."
"Barangkali dia ada halangan."
"Ya! Barangkali!" Aningsih melihat ke jam tangannya. Sudah jam lima lewat. Matahari sudah redup di langit. Angin bertambah sejuk semilir. Lama mereka ngobrol. Melompat dari satu masalah ke masalah lain. Kebanyakan tidak penting. Suasana petang semakin hilang. Berganti dengan gelap. Bulan di langit tersenyum. Bulan sabit. Di pebukitan tidak hanya mereka berdua. Tetapi banyak lagi yang lain. Mereka adalah pasangan-pasangan yang saling memadu kasih. Dan sekarang, Aningsih dan Benny tidak lagi berjauhan. Aningsih meletakkan kepalanya ke bahu Benny. "Kalau saja pacar Mbak melihat kita, tentu akan cemburu!" ujar Benny.
Akingsih tersenyum. "Aku belum punya pacar." katanya. "Lalu?! Lelaki yang janjian sama Mbak, yang ternyata sekarang tidak datang?!"
Aningsih menggeser-geser rambutnya ke leher Benny, "Lelaki itu belum lama kukenal. Baru dua kali bertemu. Dan sekarang dia tidak datang. Janjinya tidak bisa kupercaya!" ujar Aningsih.
Benny merasakan geli yang nyaman ketika Aningsih menggeser-geserkan rambutnya ke lehernya. Geli yang merambati pembuluh-pembuluh darahnya. Angin malam berkesiur dingin, menusuk tulang. Tetapi tidak demikian halnya dengan Ning dan Benny. Keduanya sama sekali tidak merasakan dingin. Hati mereka hangat. Lengan-lengan mereka saling merangkul. erat. Keduanya merasakan diri melayang. Bayang-bayang pepohonan menimpa mereka.
"Boleh aku ke rumah Mbak Ning kapan-kapan?!" tanya Benny.
"Mengapa tidak?! Aku senang sekali kalau kau mau datang." kata Ning.
"Pasti! Pasti aku akan datang!" kata Benny.
Lalu mereka berkecupan. Hangatnya bibir Benny. Hangatnya bibir Ning. Lalu tangan-tangan mereka saling bergenggaman. Lalu saling meremas. Lalu berkecupan lagi. Mesranya. Dan bayang-bayang pohon semakin menghitam. Angin semakin dingin berkesiur. Mereka tak ubahnya seperti sepasang kekasih yang sudah lama saling memadu kasih. Sampai akhirnya, Aningsih seperti tersadar menatap jam tangannya. "Ah, sudah jam delapan!" katanya. Lalu dilepaskannya rangkulannya. "Kita pulang, Ben!"
Rasanya cepat sekali waktu berlalu. Benny dan Aningsih melangkah kecil, menuruni pebukitan itu. Lengan Benny melingkari pinggang Aningsih yang ramping. Suatu ketika, hampir Aningsih tergelincir. Lengannya bergelayutan di leher Benny. Benny cepat meraih pinggang Aningsih erat-erat. Mereka berpelukan sambil berdiri.
"Kuantarkan Mbak pulang." ujar Benny
"Tidak. Biar aku pulang sendiri."
"Kata Mbak, aku boleh ke rumah Mbak Ning."
"Boleh. Tetapi tidak sekarang."
"Kalau begitu, Malam Minggu nanti?!"
"Jangan Malam Minggu."
"Pacar Mbak datang. ya?!"
"Bukan. Malam Minggu nanti aku ada acara keluarga."
"Acara apa ?! Ulang tahun?!"
"Bukan! Arisan keluarga! Ah, kau banyak tanya."
"Kalau begitu, Malam Rabu depan. Seminggu lagi?!" Aningsih mcngernyitkan keningnya. "Baiklah! Aku tunggu kau!" lalu Aningsih menyetop taksi. Sejurus kemudian, taksi pun melesat meninggalkan Benny yang masih saja mematung memandangi taksi itu.
Lalu Benny menstarter motornya.
Sungguh, dia tak menyangka, malam ini akan bertemu dan berkenalan dengan Mbak Ning. Dan dia tak menyangka, bahwa perkenalan itu cepat menjadi rapat. Keduanya tersenyum-senyum kecil. Terbayang kembali, bagaimana mesranya bihir Mbak Ning menindih bibirnya. Betapa hangatnya. Betapa lembutnya. Hampir saja Benny menubruk bus tingkat yang tiba-tiba saja berhenti. Untunglah naluri Benny cukup tajam untuk menghindari tubrukan itu.
BENNY TIDAK dapat melupakan Aningsih. Di tempat pekerjaannya, Benny tetap ingat. Ini menjadikan Benny banyak melamun. Nelly mengageti Benny. Benny tersentak. Hampir saja berhenti jantungnya. Nelly terkikik-kikik. "Tampangmu lucu sekali kalau lagi kaget," kata Nelly sambil menutupi mulutnya.
"Kalau jantungku putus, apa kamu bisa ganti?!" tanya Benny kheki.
"Bisa! Aku ganti saja sama hati monyet!"
"Enak saja! Apa kau kira aku ini satu keluarga dengan monyet?! kata Benny lagi.
"Aku tahu. Pasti Benny lagi kasmaran," ujar Oding.
Apa yang dikatakan Oding memang hampir benar. Benny melamun. Dan Aningsih yang dilamunkan. Terbayang wajahnya. Terbayang gerak-geriknya. Terbayang tertawanya. Semua, semua. Dan Benny membandingkan Aningsih dengan perempuan-perempuan yang pernah dikenalnya. Dengan Hera, Yani, Dari dari banyak lagi wanita-wanita lain. Namun Aningsih mempunyai daya tarik sendiri. Rasanya lama sekali sampai menunggu hari Rabu tiba. Menit demi menit yang berlalu, rasanya sangat lambat. lngin dipaksakannya matahari bergeser cepat ke sebelah barat, agar hari cepat berganti!

HARI RABU.

"Mbak Ning tinggal sendirian di sini?!" tanya Benny pada Aningsih. Mereka duduk di ruang tengah rumah Aningsih. Pada jam sepuluh pagi, Akingsih belum mandi. Tetapi di mata Benny, bahkan Aningsih tampak lebih cantik dan menawan.
"Tidak! Bersama teman, Mbak. Hilda! Dan seorang pembantu!" jawab Aningsih sambil meletakkan segelas kopi susu di hadapan Benny.
Benny mengitarkan pandangannya ke sekeliling ruang tengah. Hm, rapi. Pertanda rumah ini ditangani oleh orangorang yang apik.
"Mbak Ning kerja?!" tanya Benny lagi.
"Tidak! Aku cuma dagang permata. Yah, hasilnya lumayan juga," kata Aningsih sambil berdiri dari duduknya. "Kau tunggu sebentar. Mbak mandi dulu. Kalau mau baca-baca majalah, tuh du bupet. Banyak!" kemudian Aningsih masuk ke kamarnya, mengambil handuk. Kemudian keluar lagi dan melenggang ke kamar mandi. Mata Benny tak lepas dari pinggul Aningsih yang bergoyang-goyang.
Aningsih melepaskan satu-satu yang melekat di tubuhnya. Hmm, air terasa sejuk ketika mengguyur tubuhnya yang mulus. Lalu tangannya yang lentik mulai menyabuni. Mulai dari leher, turun ke bahu, turun lagi ke sepasang pebukitan indah di dadanya. Seluruh apa yang ada pada dirinya, merupakan panorama sangat indah yang akan mendatangkan kesan mendalam bagi yang memandangnya. Sambil menyabuni itu, Aningsih berpikir: "Benny benar-benar datang!" Aningsih benar-benar tidak menduga, bahwa Benny akan menepati janji. Pemuda itu sangat menarik. Tubuhnya tegap dan atletis. Tubuh yang dirindukan oleh perempuan.
"Bennnn !!!" Benny yang sedang duduk membaca majalah di ruangan tengah, mendengar suara Aningsih yang memanggilnya mesra.
Benny menutupkan majalah dan buru-buru ke kamar mandi. Pintu kamar mandi setengah terbuka. Aningsih berdiri dengan handuk sebatas dadanya! Benny terkesiap. Hmm, dengan handuk itu, tubuh Aningsih tercetak indah. Terutama kulit bahu dan pahanya yang sangat mulus. Kencang dan sekal. Membuat mata Benny tidak berkedip.
Aningsih tersenyum sambil menjentik pipi Benny. "Mengapa kau pandangi aku seperti itu, sih?! Apa ada yang aneh pada diriku?!"
"Ah, tidak. Aku . . . eh, Mbak cantik sekali!" kata Benny gelagapan dan serba salah.
"Wowww! Rayuan gombal!" ujar Ningsih sambil mengerling manis. "Bennn!! Tolong aku, ya . . . ?!"
"Tolong apa, Mbak?!"
"Tolong ambilkan aku sendal di kamar. Sendal yang warna merah. Brengsek, deh. Aku lupa pakai sendal ke kamar mandi." kara Aningsih dengan suara manja. Suara yang membuat hati Benny panas dingin.
Benny segera ke kamar Mbak, Ning, mengambil sendal merah. La.lu kembali ke kamar mandi. "Terima kasih, Ben!" ujar Aningsih sambil mengenakan sendal yang diambilkan Benny.
Tetapi baru saja mengenakan sebelah, tiba-tiba kaitan handuk Aningsih terlepas. Dan cepat sekali handuk itu meluncur ke bawah. Aningsih terkejut. "Oh . . . !" serunya. Tetapi Aningsih sudah tidak mengenakan apa-apa lagi.
Yang terlebih gawat adalah Benny. Jantungnya dirasakan bagai akan meledak . . . Matanya membelalak. Dan Benny tidak nampu menguasai diri lagi. Ditubruknya Aningsih. "Bennnn! Kau ini, Apa-apaan . . . ?!" Aningsih meronta-ronta. Namun rontaan-rontaan itu terlalu lemah. Tidak mungkin mampu melepaskan diri dari pelukan Benny yang ketat. "Bennn! Jangan, ah! Oukh, kamu ini . . . !!" Aningsih masih mencoba meronta. Tetapi . . . ah, tidak. Lebih tepat dikatakan menggeliat. Kepala Aningsih menggeleyong ke kiri dan ke kanan. Menghindari bibir Benny yang mencari-cari bibirnya. Benny tak sabar. Didorongnya tubuh Aningsih. Ditekankannya ke dinding kamar mandi, sehingga Aningsih tidak leluasa lagi bergerak. Dan sekejap kemudian, mulut Benny berhasil menangkap bibir Aningsih. "Hmmmm! Mmmmmm !!" Aningsih tidak lagi meronta. Matanya segera meredup. Menerima pelukan dan kuluman bibir Benny yang hangat. Bahkan sekarang, Aningsih ikut membalas. Dijulurkannya lidahnya. Saling mendorong dengan bibir Benny. Matanya semakln redup. Lincah sekali lidah Aningsih mengait-ngait lidah Benny. Mendapat sambutan yang hangat, darah muda Benny semakin membuncah. Panas! Menuntut pelepasan. Apalagi ditambah dengan sepasang payudara ranum milik Aningsth yang menekan dada Benny yang bidang!
"Bennnnn! ! Hmmphh . . . akh!"
"Mbak !! Ssssh !!"
"Sesak napasku, Bennnnn!!"
"Biarlah sesak!"
"Putus jantungku!"
"Biarlah putus!"
"Kalau aku mati . . . ?!!"
"Aku akan ikut mati!"
Aningsih tertawa sambil mencubit pipi Benny. "Ih, kok kayak Romeo dan Yuliet saja. Kalau aku mati, apa kau benarbenar mau ikut mati?!"
"Mau! Demi Mbak!.'ujar Benny sambil menciumi leher Aningsih dengan lembut sekali. Aningsih menggeliat-geliat. Lehernya menggeleyong-geleyong ke sana-ke mari. Sikap seorang perempuan yang penuh rangsangan.
"Benn . . . !!" Aningsih menyebut nama lelaki itu ditengah-tengah rintihannya.
"Ada apa Mbak?!"
"Mengapa kau bersikap begini padaku?!" dan Aningsih lebih terengah-engah lagi, bilamana hidung Benny menyapunyapu pankkal buah dadanya yang montok.
"Saya . . . saya . . . cinta pada Mbak . . . !!" ujar Benny di tengah dengus-dengus napasnya.
Aningsih tertawa kecil. Telapak tangannya sebentar mengeluas dan sebentar menekan belakang kepala Benny. "Kamu nggak bohong?!" tanya Aningsih sambil membusungkan dadanya yang montok dan putih itu, agar Benny lebih le-luasa melakukan aktifitasnya.
"Saya nggak bohong, Mbak!"
"Kamu bohong . . . !" Aningsih memijit hidung Benny dengan gemas.
"Aww . . . !" Benny menjerit. Pijitan itu mendatangkan sakit. Tetapi juga nikmat.
"Kamu bohong, Ben! Lelaki memang begitu. Suka bohong. Rayuannya gombal. Selangit. Tetapi buktinya, nol! Nol kosong! Dan perempuan-perempuan banyak yang tertipu. Mereka akhirnya cuma bisa menangis dan menangis!" ujar Aningsih sambil sambil menekankan dadanya yang sekal, lengkap dengan putihnya yang kemerahan menantang itu kedada Benny yang bidang. Dan Benny merasakan sesuatu mengutik-utik di antara kedua pangkal pahanya, di balik celana panjangnya.
"Tetapi aku tidak begitu, Mbak. Kau tidak boleh menyamaratakan semua lelaki!" Benny panas dingin menahankan sesuatu yang bergelora, membuat kelenjar darahnya berdenyut-denyut.
"Tetapi, Ben! Apa betul kamu sungguh-sungguh mencintaiku?!" Aningsih melepaskan satu demi satu-satu kancing hemd Benny. Dan kemudian melepaskan hemd lelaki itu. Hemd itu meluncur begitu saja, jatuh ke lantai kamar mandi yang basah.
Seperti yang dibayangkan Akingsih, tubuh Benny sangat mengagumkan. Tubuh atletis. Bahunya tegap. Kedua lengannya kekar, berurat. Dan dadanya berbulu lebat. Sirrr . . . ! Berdesri darah Aningsih bilamana bulu-bulu dada yang keriting lebat itu bergesek ke dadanya.
"Bennn!" bisik Aningsih.
"Ada apa, sayang?!" tanya Benny.
"Bawa aku kamar. Di sini . . . di sini . . . dinginnnnn . . . !!!"
Benny tak perlu menunggu diperintah sampai dua kali. Segera didukungnya Aningsih ke luar dari kamar mandi. Mbok Inem, pembantu Aningsih sedang ke pasar. Benny meletakkan tubuh mulus yang sudah tidak ditutupi sehelai benangpun ke tempat tidur. Kemudian lelaki muda itu melepaskan celana panjangnya. Sambil berbaring. Aningsih menatap tubuh Benny yang aduhai itu. Benny hanya mengenakan celana dalam kecil saja. Berwarna putih. selangkangan Benny tampak menonjol. Dan Aningsih menelan ludah. Di balik celana dalam itu, meremang hutan lebat menghitam. Bergompyok. Terus menyambung sampai ke pusar Benny. Dan Aningsih sekali lagi menelan ludah.
"Bennnn . . . !!" ujar Aningsih. "Ada apa, sayang?!"
"Bukalah celana dalammu. Bukalah!"
Benny tersenyum, melepaskan celana dalamnya. Dan . . . wow!! Mata Aningsih membelalak. Bagaimana tidak?! Sesuatu yang biasanya selalu tersembunyi itu, kini terpampang bebas. Bazoka Benny! Senjata yang menggayut setengah tegang itu, panjang dan besar. Hebat sekali! Seakan-akan menantang bagi yang memandang. Benda luar biasa itu mengangguk-angguk. Menghitam! Mulai dari bagian pangkalnya, lebat ditumbuhi rambut kriting: Bukan main! Seumur hidupnya, Aningsih belum pernah menyaksikan benda sehebat dan seindah itu.

pertama kali melakukan

Cerita ini berlaku ketika aku baru habis spm dan
bekerja sambilan di syarikat swasta yang terletak tak beberapa
jauh dari rumah aku.So dalam office tu ade seorang kakak yang
lebih senang dipanggil kak non.Walau pun sudah berkahwin yang
masih membuatkan aku geram ialah bentuk badannya yg berisi
termasuk lah buah dadanya yg besar.Memang dah lama aku perhatikan
buah dadanya dan punggungnya tapi aku rasa kak non dah lama
perasan yg aku asyik perhatikan dia
Dipenddekkan cerita pada suatu hari ketika waktu rehat
kat ofis aku tu untuk pertama kalinya kak non mengajak aku
makan tgh hari di rumahnya yang terletak tidak jauh dari ofis tu.
Selepas hanya tapau makanan aku dan kak non terus kerumahnya
dan tiba kerumahnya kak non suruh aku lepak kat ruang tamu
sementera menungu dia menghidangkan lauk.Selepas itu kak non
ke ruang tamu dan duduk disebelah aku sambil bertanya mengenai
aku yg dah ade awek ke belum.Kataku belum lagi,emmmm mesti
tak pernah main ngan perempuan sebelum ni.Batang ku mula mengeras
lepas dia cakap begitu.Cheisss,ini ade peluang aku fuck ngan
dia ni,kata ku didalam hati,aku lihat mulut kak non dah mula
mengigit bibirnya seolah olah sedang stim
Tanpa membuang masa aku memberanikan diri mendakap
nya sambil mulutku hendak mencium bibirnya.Pada mulanya dia
menolak agak keras sedikit,ape ni akak dah kawin tak baik
buat camni,alamak kata aku,emmm alang2 dah ade atas dia ni
baik aku carry on terus.Ape la akak ni bukan hubby akak ade
pun cuma kita berdua jee,kata ku sambil tangan aku meramas
manje buah dadanya.Dah lama saya bermimpi main ngan akak,
plzzzzzz ari ni jeee, rayu aku.Aku terus mendakap bibirnya
perlahan lahan.Mulanya ade respon sedikit tetapi aku mula
memasukkan lidah aku slow2 kedalam mulutnya dan cuba bermain
ngan lidahnya.Kali ni lidahnya memberi respon dan cuba menghisap
lidah aku sambil kak non dan aku menghisap air liur masing2.
Hampir 10 minit aku menhisap lidah kak non cuba menolak
aku katanya dia tak mau teruskan.Aku cuba yakin kan dia yang
aku hanya mau ringan2 ngan dia.Sekali lagi aku terus merangkul
kemas kak non sambil lidah aku cuba menjilat di telinganya.
Sekali lagi dia memberikan respon kali kedua dengan tangannya.
cuba membuka zip seluar aku dan memasukkan jarinya sambil
mengosok gosok batang ku yang dah lama mengeras.Ketika itu
terus aku membuka baju kurungnya dan kak non hanya memakai
bra ketika itu. Aku terus membuka branya dan terus menyonyot
buah dadanya dengan rakus sekali.Aku tekapkan muka aku kebuah
dadanya yg besar tu dan menyonyot sepuas hati aku hinggakan
merah2 buah dadanya aku kerjakan.
Selepas tu macam biasalaa,takkan lah aku nak ceritakan
lagi kot,tau2 dah la lepas tu, ok itu jee cerita aku.
buat kak non aku ucapkan terima kasih kerana dapat merasa
fuck ngan dia walaupun dia dah berkahwin.

SEX DENGAN BUDAK TURKISH

TO BE FRANK, BILA AKU TERBACA CERITA2 KAT SINI, ADA YANG TOTALLY REKAAN BUT ADA JUGA CERITA YANG BOLEH BUAT AKU STIM, SAMBIL BACA AKU SEMPAT MASTURBATE SENDIRI. FOR KAU ORANG PUNYA INFO, AKU NIE PEREMPUAN. TAK SEMESTINYA LELAKI JE BOLEH SHARE THEIR STORY, AKU PUN NAK SHARE AKU PUNYA STORY.
OKLAH, TAKNAK MEMBUANG MASA LAGI.....KETIKA ITU AKU SEDANG BELAJAR DI LUAR NEGERI...AKU BELAJAR DI SEBUAH UNIVERSITI DI USA. KEJADIAN INI BERLAKU KETIKA AKU BERADA DI TAHUN AKHIR. BIASALAH, SELALU TAHUN AKHIR BANYAK PROJEK YANG HENDAK DIBUAT, TIBA2 JE, LAPTOP AKU BUAT RAGAM. AKU TAHU GUNAKAN LAPTOP BUT KALAU BENDA TU DAH ROSAK, MANALAH AKU TAHU...AKU BUKANYA EXPERT SANGAT PASAL COMPUTER NIE.
SO, KAWANKU DI CAMPUS PERKENALKAN AKU PADA SALAH SEORANG KAWANNYA YANG MAHIR MEMBAIKI COMPUTER. SO, SUATU HARI TU, AKU KE DORM NYA, KEBETULAN DIA MEMILIH BILIK YANG PENGHUNINYA CUMA SEORANG SAJA.
NAMANYA...."S", DIA STUDENT FROM TURKEY, ORANGNYA TINGGI LAMPAI DAN KULITNYA CERAH, DAN TANGANYA BERBULU. AKU MEMANG SUKA MELIHAT PEMUDA YANG BANYAK BULU...:):):)
KEBETULAN AKU CUMA PAKAI SHORT AND T-SHIRT(MAKLUMLAH MUSIM SUMMER). SO, "S" JEMPUT AKU MASUK DAN DIA LETAKKAN LAPTOPKU DI ATAS SEBUAH MEJA. DIA KATA, DIA HENDAK TENGOK APA YANG ROSAK SEMENTARA AKU DUDUK DISEBUAH KERUSI SAMBIL MEMBACA MAGAZINE. BEBERAPA MINIT KEMUDIAN "S" KATA, DIA AKAN REFORMATKAN LAPTOPKU DAN INI MENGAMBILA MASA 1 HINGGA 2 JAM. AKU MEMANG MALAS NAK BALIK KE APRATMENT AKU, BECAUSE 2 JAM LAGI, AKU NAK KENA AMBIL LAPTOP NIE DARI "S", SO, AKU JUST STAY OVER AT HIS PLACE.
"S", TAHU YANG AKU DAH MULA RASA BOSAN WAIT FOR HIM TO COMPLETE REPARING MY LAPTOP SO DIA PANGGIL AKU DAH DIA OFFER AKU MAIN GAME DIA KAT DALAM LAPTOPNYA. AKU DUDUK DI ATAS KATILNYA SAMBIL, BERMAIN GAME DI DALAM LAPTOPNYA SEMENTARA "S" SIBUK FORMAT LAPTOPKU.
LATER, "S" COME OVER, AND HE SAT BESIDE ME DAN SAMBIL MELIHAT APA GAME YANG AKU TENGAH MAIN. SEMASA AKU TENGAH MAIN GAME TU, TANGAN "S" TERLANNGAR TANGANKU...DAN BADAN KAMI SALING MENGHIMPIT SATU SAMA LAIN....AKU BIARKAN JE. TIBA2 "s" CIUM LEHERKU...AKU BIARKAN SAJA SAMBIL CONTINUE PLAY THE GAME. "S" KEPT ON KISSES ME ON THE NECK HINGGA AKU DAH TAK TAHAN AKU BERHENTI MAIN GAME DAN TERUS MERENUNG "S". "s" DAN AKU LOOK AT EACH OTHER AND AKU DENGAN SEGARA MENDAKAP "S" DAN KAMI SALING BERCUMBU...FROM SHORT KISSING TO FRENCH KISSS..LIDAH KAMI SALING BERTEMU DAN AKU SEMPAT SUCK HIS TONGUE. "s" MULA TANGGALKAN t-SHIRT YANG DIPAKAINYA, DAN KEMUDIAN DIA MENANGGALKAN t-SHIRTKU AND UNHOOKED MY BRA.
PABILA "S" TENGOK TETEKKU, DIA TERUS MERAMASNYA DAN SUCK AND LICK ALL OVER IT. TETEKKU TAKLAH BESAR SANGAT....36 CUP(B). DIA SUCK AKU PUNYA NIPPLES SAMPAI MERAH AND TEGANG DAN AKU RASA KENIKMATANYA SAMBIL MENGERANG(TANDANYA..BEST). AKU BISIK KE TELINGANYA, SAMBIL BERKATA, THAT "I WANT MORE....."S" KEMUDIAN TAKE OFF HIS SHORT AND AKU DIBARINGKAN DI KATIL. KONEK "S" WOW! BESAR....8 INCHI DAN DAH MULA TEGANG.....AKU MASIH MENUNGGU "s" BARING DIATASKU.
"s" MULA BARING DIATASKU DAN DIA MULA MENCIUM LEHERKU, TERUSSS KE TELINGAKU,,,DIJILAYNYA KEDUA-DUA TENLIGAKU(AKU DAH MULA RASA STIMMMMMMMM) DAN KEMUDIAN DIA TERUS MENJILAT TETEKU DAN BELLY BUTTONKU,,,,KEMUDIAN DIA BERHENTI DAN SENYUM MELIHATKU...AKU KATA PADANYA..."S" JANGANLAH MAIN2, I DAH TAK TAHAN NIE...SO DIA MULA MENCIUM PEHAKU DAN AKE ATUTOMATICALLY MEMBUKA KELENKANGKU SUPAYA "S" DENGAN SEGERA MENJILAT PUSSY KU YANG SEDANG MENANTI. KEPALA "s" SUDAH BERADA DI TENGAH2 PUSSY...DAN AAAAAAAAAAHHHHHHHHHH....."S" DAH MULA MENJILAT PUSSYKU...YANG KEBETULAN AKU BARU SAJA SHAVED......"s" MENJILAT AND SUCK MY MUTIARA AND LICK IT HARD............OOOOOOOOOOOO, AKU DAH TAK TAHAN LAGI...BADANKU DAH TAK TENTU ARAH...........AKU LIHAT "S" SEMAKIN RANCAK MENJILAT PUSSYKU...AIR KU BANYAK YANG TELAH KELUAR....AKU DAH MULA CLIMAKS....."s" TAHU YANG AKU DAH CLIMAKS DAN SEKARANG GILIRANKU UNTUK BUAT PADANYA.....AKU BARING DIATAS "s" DAN BADAN YANG TEGAP DAN PENUH DENGAN BULU BUAT AKU STIMMMMMMMM...AKU DUDUK DI ATAS BADANYA DAN "S" MENGADAP AKU...AKU KATANYA PADANYA....."I WANNA EAT U UP NOW". "S" HANYA TERSENYUM, DAN AKU MULA PERANANKU....
AKU MULA MENCIUM DAHINYA, TERUS KE LEHERNYA DAN TELINGANYA....DAN MENCIUM BIBIRNYA DAN SEMPAT GIGIT LIDANYA DENGAN PERLAHAN....TERUS AKU MENCIUM DAN MENJILAT BADAN "S"....DARI WAJAH "S" AKU TAHU DIA TAK SABAR MENUNGGU KONEKNYA DIHISAP. KONEKNYA,DAH MULA STIM....AKU MULA LICK HIS KEPALA KONEK DAN SUCK IT HARD.....I LICK IT AND SUCK IT IN AND OUT ...DAN AKU SUCK HIS 2 BALLS.....AND HE LIKE IT SO MUCH.....AKU MULA SUCK HIS KONEK REAL HARD....UNTIL "S" MENYURUHKU..."DO IT FASTTTTTTTT........AND AAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHH.....HIS AIR MANI KELUAR TERPANCUT BUT AKU TERUSKAN LAGI MENJILAT KONEKNYA...MULUTKU PENUH DENGAN AIRMANINYA...LEPAS TU AKU BARING DIATAS "s" SAMBIL MENCIUM MULUNYA....AKU KATA PADANYA..AKU DAH TAK TAHAN..BUT DIA KATA...TUNGGU 5 MINIT LAGI AS AIR MANINYA BARU KELUAR...BUT DIA SURUH AKU LETAKKAN PUSSYKU DI MUKANYA....APA LAGI...AKU PUN IKUTKAN JE.....DIA MULA MENJILAT PUSSYKU..YANG DAH MULA KERING.....AKU RASA STIM KEMBALI....BILA DIA MENJILAT BIJI KELENTIKU........AIR MULA KELUAR DARI PUSSYKU........DAN "s" MASIH LAGI SUCK AND LICK MY PUSSY..BEBERAPA MINIT KEMUDIAN..."S" BARINGKANKU DAN DIA PULA DIATASKU.....KONEKNYA DAH MULA TEGANG...DAN AKU TAHU BIAL2 MASA SAJA. DIA AKAN MASUKAN KONEKNYA DI DALAM PUSSYKU....."OOOOOAAAAAAA...KONEKNYA YANG TEGANG TADI.....DAH BERADA DIDALAM PUSSYKU....WALAUPUN AKU DAH TAK VIRGIN, TAPI, PUSSYKU...MASIH TIGHT LAGI, AS AKU JARANG BERSETUBUH DENGAN ORANG LUAR MELAINKAN KENALAN RAPATKU..IALAH,KALAU AKU GIAN AKU CUMA MASTURBATE SENDIRI....AKU BUKANLAH GADIS YANG SUKA SLEEP AORUND(SILAP HARIBULAN...KENA AIDS, BARU PADAN MUKAKU.)OKLAH..SAMBUNG BALIK....CERITA...
LEPAS TU, "s" PUMP IT HARD IN AND OUT OF MY PUSSY....HE PUMPING IT REAL HARD.....KONEKNYA YANG TEGANG...DAPATKU RASAKAN.....DIA KATA PADAKU...THAT DIA TAKNAK LEPASKAN DALAM PUSSYKU..SO AKU SURUH DIA LEPASKAN KAT LUAR....HE PUMP IT IN AND OUT.....AND AKU KALAU BUAT SEX...MEMAMNG TAK TAK DIAM...CONFIRM BISING PUNYA...............PEDULI APA ORANG DENGAR.....DAH TERLALU BESTTTTTTTT....."s" DAN AKU DAH TERLALU STIM...AND AKU TAHU AIR MANI "s" AKAN TERPANCUT KELEUR TAK LAMA LAGI....."UUUUUUUUOOOOOOOOOOO", "s" DENGAN SEGERA MENGELUARKAN KONEKNYA DARI PUSSYKU......DIA MENGERANG, "s" MEMANG HEBAT....LEPAS TU KAMI TIDUR BEBERAPA JAM...DAN 2 HARI KEMUDIAN BARULAH LAPTOPKU SIAP DIBAIKI OLEH "s". "s" TAK MAHU BAYARAN DARIKU, DIA KATA, KALAU DIA RASA STIM, DIA NAKKAN BADANKU....AKU HANYA TERSENYUM. "S" MEMBERITAHUKU, DIA TAKUT MENGADAKAN PERHUBUNGAN SEX DENGAN GADIS2 LAIN MELAINKANKU KERANA...DIA SUKA DENGAN GADIS2 MELAYU..REASON, "MALAY GIRLS ARE PEMBERSIH".
SAMPAI SEKARANG, AKU MASIH BERSETUBUH DENGAN "s", KERANA AKU TELAH MENYAMBUNG PELAJARANKU DI PERINGKAT YANG LEBIH TINGGI DAN BEGITU JUGA "S".
"S" PERNAH, MENYURUH AKU MENJADI TEMAN WANITANYA..BUT AKU MENOLAK DENGAN ALASAN, AKU BELUM READY TO COMMIT WITH ANYONE....ENTAHLAH, WALAUPUN SEKARANG NIE AKU HANYA BUAT SEX DENGAN "s" BUKAN DENGAN ORANG LAIN BUT AKU TOLAK PERMINTAANYA UNTUK MENJADIKAN KU TEMAN WANITANYA....AKU TAHU "S" SERIUS DENGANKU KERANA DIA CUMA BUAT SEX DENGAKU SAJA...BUT ENTAHLAH KENAPA AKU BELUM LAGI SEDIA MENJADI TEMAN WANITANYA WALAUPUN, KAMI BEGITU RAPAT...MUNGKIN SUATU HARI NANTI.......PINTU HATIKU AKAN TERBUKA UNTUKNYA ATAU DENGAN PEMUDA LAIN.......

bestnye main ngan boss

Kisah nih terjadi pada malam millenium.....
aku bekerja sebagai eksekutif di sebuah syarikat
swasta di subang jaya....aku bekerja di bahagian
pengurusan maklumat...so kire tugas aku tak menentu..
malam pon kena keje gak.....pada malam millenium tuh
aku terpakse bekerja....disebabkan Y2K.....
tapi aku lari keje sebab boss aku takde.....
aku cadang nak lepak terminal 1 subang.....
tapi tetiba jek...handphone aku bunyi
dalam kol 12.30 malam....aku ingat tak leh call aaa..
boss aku soh aku gi office...arggh..tensen jek...
kire kat office tinggal aku ngan boss aku jek..
boss aku nih pompuan...umo dalam 29 tahun.....
badan die montok la jugak...tapi takde sape
dalam office tuh minat..sebab die lebey pentingkan
kerjaya...so...aku kene la dok office malam tuh...
tetiba boss aku panggil soh masuk bilik die....
die kate die pening sangat...maybe keje terlampau kuat..
die mintak aku picit kepala die....aku pon ikut jek la..
ikutkan hati geram gak aaa...yek la...
aku takleh celebrate...tapi aku picit gak....
die soh urut kat leher skali....aku tengok mata
die semacam jek...kuyu jek....then..nafas die
laju semacam jek....aku dapat agak...mesti die
stim nih.....die terus suruh aku urut.....
ntah dari mana semangat aku datang ntah....
aku tetiba terus carik bibir die.....
die tak membantah malah membalas.....
nafsu aku mula naik.....kami french kiss...
lidah kami bertemu.....then aku tarik die dok atas sofa..
aku sendiri tak seda cemana seluar aku leh terbuka..
aku rase boss aku yg bukak.....aku tak kisah semua tuh..
aku terus bukak blouse die.....fuh...besa gak tetek
boss aku nih......dalam masa yg sama die tolong
bukak baju aku....so skarang aku tinggal satu seluar je
lagi.....then..aku cuba bukak seluar die...ketat gak
seluar die...tapi aku berjaya gak akhirnye.....
boss aku skang hanya pakai bra ngan panties....
aku main2 ngan tetek die dari luar....aku tau
die terangsang....aku terus unhook die punye bra...
wahhhh......memang best tetek boss aku nih....
aku rase saiz dalam 36.....aku slow2 turun dari leher
ke tetek die.....aku terus nyonyot tetek die....
puting die jadik tegang...kaler pon pink lagi..
biasa la...tak penah kena....sambil aku isap die main2
ngan kepala aku.....aku terus turun lagi....
aku terus bukak panties die....air dah banyak....
aku terus cari biji die....bulu die terurus....
aku jumpa then aku main2 ngan lidah aku......
aku tengok badan die terangkat-angkat.....
air makin banyak.....tetiba jek die bangun dan terus
carik batang aku....die terus buka seluar aku...
maka tersembul lah kote aku....die terkejut.....
aku suruh die isap...mula2 die kekok.....
tapi lama makin pandai lak...walaupon terasa la
gak kote aku kena gigi die.....dalam 5 minit camtuh...
aku tarik die....terus aku main2 kote aku kat cipap
die.....aku main ngan biji die lagi biar air banyak..
senang sket nak masuk....lepas tuh aku terus menghunus
senjataku....susah nak masuk...ketat giler.....
anak dara lagi katekan....aku terus hentak pelan2....
die kate sakit....tetiba jek aku dapat rase cam bunyi
sesuatu...aku tau dara die pecah....darah kelihatan...
aku terus cuba...akhirnya dapat masuk penuh...
aku mula mendayung.....aku tengok die mula seronok...
suara die lak memang tengah syok...ahhh...ahhh...ahhhh...
die letak kaki die atas bahu aku....aku terus mendayung...
aku tengok die kejang....aku tau die klimaks....
tapi aku teruskan perjuangan...sambil tuh aku main2
ngan puting die....keras....aku tau die tengah stim....
lebey kurang 25 minit lepas tuh aku terasa macam
air aku nak keluar.....aku tanya die nak pancut mana...
die kate pancut luar.....so...aku tarik....then
aku pancut kat tetek die.......fuh...puas aku.....
kitorang rehat kejap...die kate die penat sangat...
aku tanya nak lagi....die kate die tak larat....
aku tak kisah....die kate lain kali ok??
pastuh kitorang bangun dan terus balik.....
aku tersenyum sendiri...walaupon aku tak dapat
celebrate malam millenium tapi aku dapat rase dara
boss aku yang selama nih tak mendapat perhatian langsung
dari staff kat office aku......

mak jah

kisah ni berlaku pada masa aku sekolah dulu.Masa tu aku bekerja sebagai pembantu gerai makan seorang makcik. Aku panggil dia Mak Jah. Umur dia dalam pertengahan 40-an. Dia ni agak gempal dan suka make-up'. Gaji aku kira hari. Pada suatu hari, hujan pun turun dengan lebat hinggakan kami terpaksa tutup gerai. Aku masuk kedalam bilik belakang gerai sambil berehat. Kemudian aku dengar Mak Jah memasuki bilik air di belakang gerai.Aku ni memang suka mengendap. Maklumlah...tengah nakal. Aku lihat lampu bilik air menyala, aku pun apa lagi..terus mengintai melaluo satu lubang zing kat tepi dinding bilik air tu. Betapa berderau darah muda aku bila aku lihat Mak Jah membuka baju dan kainnya. Aku nampak Mak Jah hanya pakai coli dan seluar dalam. Lepastu aku makin tersentak bila Mak Jah menanggalkan semua yang dipakainya. Mak Jak bertelanjang di dalam bilik air. Aku rasa batang mudaku keras. Kali ini aku tengok perempuan telanjang secara LIVE. Sebelumni aku hanya tengok dalam cerita blue. Badan Mak Jak agak gempal dan aku lihat tetek dia agak besar dan sedikit layut. Putingnya besar dan punggung Mak Jah cukup besar dan aku lihat bulu cipapnya cukup lebat. Tiba-tiba Mak Jah mencengkong dan kencing. Wow! bestnya bila aku nampak dari dekat cipap perempuan berumur.! lepastu Mak Jah bangun dan seperti hendak keluar dari bilik air. Aku bergegas masuk balik dalam bilik belakang gerai dan buat-buat baring. Aku dengar pintu bilik air di buka dan aku dengar Mak Jah berjalan kearah bilik aku.
Aku buat-buat tidur dan aku dapat rasakan yang Mak Jah masuk dalam bilik dan menghampiri aku. Aku rasa macam nak pitam bila aku dengar Mak Jah bersuara..."Adik(nama panggilan aku di kampung)...Adik buat apa tadi?..intai mak jah ye.."
aku hanya diam dan pejamkan mata ..tiba-tiba aku jadi terkejut bila aku dengar Mak Jah bersuara lagi..."tak payah nak susah-susah intai dik...nak tengok cakap je...Mak Jah boleh tunjuk.."
Aku membuka mata dan aku melihat Mak Jah berada disisi katil dan hanya berkemban. Dia memandang aku dan duduk disebelah ku. " Maaf Mak Jah, adik nak tengok je.."kata aku.Kemudian Mak Jah menjawab.." takpa.. Mak Jah tak kisah selagi adik boleh simpan rahsia..."
Tiba-tiba Mak Jah memegang tangan ku dan menarik aku rapat kepadanya lantas berkata.." mari Mak Jah tunjukkan.." Mak Jah melucutkan kembannya di bahagian atas dan aku lihat teteknya yang besar. Aku nak tahu nak buat apa..bila Mak Jah menyuruh aku meramas teteknya. Mak Jah pun mengajarku cara meramas..mmm, bestnya. Teteknya yang besar tu bergoyang dan beralun bila aku ramas. Pada masa yang sama, tangan Mak Jah membyka zip seluar aku dan mengeluarkan batang muda ku yang baru nak tumbuh bulu..
Mak Jah seperti orang hilang akal bila dengan pantas dia menanggalkan terus kembannya dan bertelanjang sambil bercengkong depan aku. Mak Jah tiba-tiba mendekatkan mulutnya dengan batang ku..Aku jadi gementar..sebab inilah pertama kali aku akan dihisap..
Ya, Mak Jah menghisap batang aku dengan rakusnya. Berbunyi-bunyi..dan berkocak..Aku rasa amat nikmat dan mengerang.." sss..oh Mak Jah...sedap..adik tak tahan ni..nak pancut.."Mak Jah tak menhiraukan amaran aku , dia terus hisap hinggakan aku pancut dalam mulutnye..Lama aku dibiarkan berehat sebelum batang ku tegang kembali. Kemudian Mak Jah berkata " adik nak belajar buat Mak Jah rasa sedap tak?"
Aku kata "ya". Lepas tu Mak jah mengajar aku menjamah tubuhne dengan lidah. Semua tempat di suruhnye jilat, dan last sekali, dia suruh aku jilat cipap dia.Mula-mula aku rasa geli sebab cipap dia nampak dah berserabai dengan bulu yang lebat, berair dan agak besar .Tetapi Mak Jah memujuk aku untuk terus jilat. Aku pun menjilat cipap Mak Jah dan mula-mula aku rasa lidah aku berlendir dan rasa masin, tapi lama-lama aku jadi seronok..Mak Jah mengerang dan mengayak punggungnya . Sampai satu tahap, Mak Jah sekali lagi seperti orang gila..Kali ini Mak Jah bercengkong diatas muka aku dan mengayak cipapnya dengan mulut aku. tanpa aku sedari, lidah aku berada jauh didalam lubang Mak Jah.. Mak Jah terus mengayak dan akhirnya aku rasa lidah aku di basahi air lendir yang keluar dari lubang Mak Jah..Kami melakukannya hampir 15 minit..
Adengan seterusnya tak lain tak bukan.. kami main.Mak Jah menjadi seperti cikgu yang mengajar anak murid..Namun aku puas dan Mak Jah pun puas. Kami rahsiakan segalanya dan aku terus menagih kepuasan seks dari Mak Jah dan yang malang sekali..Hingga ke saat ini aku masih menagih seks tetapi bukan dari gadis seusia dengan aku. Aku ketagih seks dari perempuan yang sudah bergelar 'MAKCIK' !!!..

Wednesday, April 14, 2010

CIKGU SURAYA

Aku teringat akan kisah yang berlaku 10 tahun yang lalu, ketika aku masih lagi di alam persekolahan. Kisah yang bakal aku ceritakan ini mendatangkan kesan yang mendalam terhadap aku, terhadap kehidupanku.

Semasa berada di tingkatan 5 di salah sebuah sekolah di Malaysia ini, aku terkenal dengan sifat seorang yang pemalu dan takut terhadap perempuan. Ketakutanku itu bukan kerana takut macam orang nampak hantu, cuma tiada kekuatan dalam diri untuk aku berhadapan dan bergaul dengan mereka. Walau bagaimanapun, aku seorang yang happy go lucky, suka bersenda gurau. Sekolah aku tu pulak, sekolah lelaki. Semua pelajarnya lelaki, perempuan yang ada hanyalah cikgu aje. Jadi, tambah-tambahlah ‘ketakutan’ aku pada kaum hawa itu.

Walaupun aku ‘takut’ terhadap perempuan, keinginan aku untuk bergaul dengan mereka amat tinggi. Aku sering berangan ada awek, dan cemburu melihatkan rakan-rakanku yang ada awek dan sering keluar bersama awek mereka. Aku juga ada tabiat yang lain, iaitu ‘geram’ melihat perempuan lawa dan seksi, selalunya Cina. Bila aku ke pekan, aku sering stim sendiri melihatkan awek-awek Cina yang seksi dan mengghairahkan itu. Sebab itulah aku selalu melancap.

Di sekolah aku tu, cikgu perempuannya ramai daripada lelaki. Cina ada, India ada, Melayu pun ada. Dalam banyak-banyak cikgu perempuan yang ada, ada le tiga orang yang lawa. Dua Cina seorang Melayu. Cikgu Cina yang dua orang ni mengajar Tingkatan 6, selalu pakai skrit aje datang sekolah. Seorang namanya Mrs. Dorren dan sorang lagi Miss Jennifer. Mrs. Dorren ni walaupun dah ada anak tiga orang, umurnya dah dekat 40, tapi badannnya mengancam lagi. Miss Jennifer pulak masih belum kahwin, tapi umur dah lanjut, dekat 35 tahun dah. Masih solid lagi. Biasalah, Cina memang punya bentuk badan yang menarik. Cikgu Melayunya pulak, baru aje ditukarkan ke sini, dengar cerita dia daripada Kedah. Dia pindah sebab ikut suaminya yang bertukar ke sini. Kami panggilnya Cikgu Suraya yang berusia lingkungan 26 tahun. Dia ni baru aje kahwin, anak baru sorang umur setahun lebih. Dengar cerita, lepas aje belajar, dia terus kahwin. Duduk di Kedah setahun, terus tukar ke sini. Suaminya bekerja sebagai Pegawai Kerajaan.

Aku sangat suka melihat ketiga-tiga orang cikgu ini, wajah mereka, badan mereka sungguh menawan, terutama Cikgu Suraya walaupun dia tidak berpakaian seksi, malahan bertudung tetapi tetap menghairahkan. Bila Miss Jennifer atau Mrs. Dorren nak balik, atau baru sampai, aku mesti menerpa ke arah kereta mereka. Bukan nak tolong angkat buku, tapi nak tengok peha gebu mereka semasa duduk dalam kereta. Kemaluan aku pun menegang masa tu. Cikgu Suraya, susah sikit nak nampak keseksiannya, sebab dia bertudung dan berbaju kurung ke sekolah. Bila dia pakai kebarung, baru nampak sikit bentuk tubuhnya yang montok itu. Apa yang aku suka sangat kat Cikgu Suraya tu ialah, wajahnya yang lembut dan menawan, suaranya manja bila bercakap. Dengan bentuk badan yang kecil molek, kulit yang cerah akan memukau mata sesiapa sahaja yang terpandang.

Tapi sayang seribu kali sayang, ketiga-tiga mereka tidak ditakdirkan mengajar kelas aku. Aku hanya dapat tengok waktu rehat, waktu perhimpunan ataupun di bilik guru sahaja. Tiada urusan yang membolehkan aku berdamping dengan mereka.

Entah bulan berapa aku tak ingat, kalau tak silap dalam bulan 3, cikgu metematik aku berpindah ke sekolah lain, sebabnya aku tak berapa ingat. Jadi, selama 2 minggu kami tidak belajar matematik.

Masuk minggu yang ketiga, waktu pelajaran matematik, Cikgu Suraya masuk ke kelas kami. Kami semua tertanya-tanya, adakah dia masuk untuk ganti sekejap ataupun mengajar subjek itu menggantikan cikgu lama. Cikgu Suraya yang melihatkan kami semua tercangak-bangak, menjelaskan bahawa dia akan mengajar matematik untuk kelas ini menggantikan cikgu lama. Dengan tak disangka, semua pelajar dalam kelas bersorak gembira termasuklah aku. Aku tak tau mereka gembira sebab dapat cikgu ataupun gembira sebab lain. Yang pasti, aku gembira sebab cikgu yang paling cantik, yang selalu aku angankan akan masuk mengajar di kelas ini. Ini bermakna aku dapat tengok dia hari-hari.

Mulai hari itu, cikgu Surayalah yang mengajar matematik. Aku pun dah jadi minat dengan pelajaran ni, walaupun aku tak pernah lulus matematik sebelum ni. Aku sering tanya dan berjumpa dia bertanyakan masalah matematik. Daripada situ, pengetahuan matematik aku bertambah, aku lulus juga akhirnya dalam ujian bulanan.

Oleh kerana terlalu minat kat Cikgu Suraya, aku dapat tahu serba sedikit tentang latar belakangnya. Bila birthday dia, tinggal di mana dan keadaan keluarganya. Dalam bulan Mei, Cikgu Suraya punya birthday, aku pakat satu kelas ucap Selamat Hari Lahir bila dia masuk nanti. Bila Cikgu Suraya masuk, ketua kelas mengucapkan “Selamat Hari Lahir” dan diikuti oleh kami semua. Dia terperanjat, dan tanya mana kami semua tahu birthday dia. Budak-budak lain tunjuk aku, mereka akata aku yang beritahu. Cikgu Suraya tanya mana aku dapat tahu, aku jawab “ada lah”. Lepas tu dia tak tanya lagi.

Cikgu Suraya tinggal di rumah teres bersebelahan taman tempat aku tinggal, lebih kurang 2 km dari rumahku. Waktu cuti, aku selalu ronda dengan basikal ke taman perumahan tempat tinggalnya. Aku tahu rumahnya dan selalu bersiar-siar di situ. Ada sekali tu, waktu sedang ronda, Cikgu Suraya sedang memasukkan sampah ke dalam tong di luar rumah. Dia ternampak aku, dan terus dipanggilnya. Aku pun segera pergi ke arahnya. Dia tidak memakai tudung, terserlahlah rambutnya yang lurus paras bahu itu. Sungguh ayu aku lihatnya petang itu.

“Amir, hang dok kat sini ka?” tanyanya dalam loghat Kedah.

“Tak juga” balasku. “Dekat-dekat sini aje”

“Cikgu tinggal sini ke?” saja aku tanya, padahal dah tahu.

“Haa…”

“Sorang aje? Mana suami?”

“Ada kat dalam, dengan anak”

Sedang kami berbual, suaminya keluar, mendukung anak perempuan mereka. Terus aku diperkenalkan kepada suaminya. Aku berjabat tangan dan menegur anaknya, sekadar menunjukkan kemesraan. Suaminya taklah handsome sangat, tapi nampak bergaya, maklumlah pegawai. Setelah agak lama, aku minta diri untuk pulang.

Dah 6 bulan Cikgu Suraya mengajar kami, aku bertambah pandai dalam matematik. Dan selama itulah aku seronok berada di kelasnya. Aku sering membayangkan keadaan Cikgu Suraya tanpa seurat benangpun di tubuh badan, mesti best. Dengan bentuk tubuh yang montok, kecil, pinggang yang ramping serta kulit yang cerah, jika telanjang pasti membuatkan orang yang melihatnya menerkam tanpa apa-apa isyarat lagi. Tapi, aku cuma dapat tengok rambut sahaja, di petang itu.

Hari ini cuti, cuti peristiwa sebab Sukan Tahunan. Aku tak tau nak ke mana, aku capai basikal dan mengayuh tanpa arah tujuan. Agak jauh kali ini aku ronda, masa nak balik aku lalu di kawasan perumahan Cikgu Suraya, langit gelap masa tu, nak hujan barangkali. Aku harap sempatlah sampai rumah. Tapi, belum pun sampai di kawasan rumah Cikgu Suraya, hujan mulai turun, makin lebat. Habis lenjun pakaian aku. Aku tak berhenti, terus aje kayuh, aku tak sedar yang tayar basikal aku makin kempis, sepatutnya aku pamkan dulu semasa keluar tadi. Lagi sikit nak sampai di kawasan rumah Cikgu Suraya, aku tak boleh lagi menunggangnya, kalau ditunggang juga, alamat rosaklah tayar basikal aku. Akun menuntun basikal sampai ke rumah Cikgu Suraya. Niat aku nak pinjam pam kat dia. Bila tiba aje di depan pintu pagar rumahnya, aku tekan loceng. Tak lama kemudian pintu rumah dibuka, kelihatan Cikgu Suraya berkain batik dan berbaju T menjengok kat aku.

“Cikgu !!” jeritku.

“Apahalnya Amir” tanyanya kehairanan melihatkan aku basah lenjun dalam hujan lebat dengan kilat yang sabung menyabung.

“Saya nak pinjam pam, tayar pecah”

“Tunggu sat !!!” jeritnya.

Cikgu Suraya masuk semula dan keluar membawa payung. Dia membukakan kunci pintu pagar dan meminta aku masuk. Semasa menuntun basikal masuk, mata aku mengerling ke arah Cikgu Suraya yang berada di depan, melenggang-lenggok berjalan menuju ke dalam. Dari belakang, kerampingannya terserlah, dengan T Shirt yang agak ketat dan kain batik yang dililit kemas menampakkkan bentuk badannya yang menarik. Punggungnya yang montok dan pejal itu membangkitkan ghairah aku bila dia berjalan. Kemaluan aku menegak dalam kebasahan itu.

“Hang pi mana ni?” soalnya bila tiba di depan pintu.

“Saja ronda-ronda, dah nak balik tapi tayar pulak tak de angin” jelasku. “Cikgu ada pam tak ?”

“Sat nak tengok dalam stor. Masuklah dulu” pelawanya.

“Tak payahlah, nanti basah pulak rumah cikgu”

“Tunggu sat” Cikgu Suraya pun meninggalkan aku kesejukan di situ, dia terus berlalu menuju ke dalam. Sebentar kemudian dia keluar membawakan pam dan sehelai tuala.

“Nah” dihulurkannya pam ke arah aku.

Aku capai dan terus mengepam angin ke dalam tayar basikal aku.

“Nak balik terus la ni”

“Haa…lepas pam terus balik”

“Hujan lebat nak balik macam mana”

“Tak apa, dah basah pun” jawabku terus bersin.

“Haaa… kan dah nak kena selsema”

“Sikit aje” kataku lalu menyerahkan pam kepadanya. “Terima kasih cikgu”

“Macam ni lah, ambil tuala ni, lap bagi kering dulu badan tu” katanya sambil memberikan aku tuala yang dipegangnya sejak tadi.

Aku mencapai tuala itu dan mengelap rambut dan muka yang basah. Aku terus lap macam ada kat rumah, aku buka baju depan dia. Lepas tu, baru aku perasan.

“Sori cikgu” kataku perlahan.

Cikgu Suraya berlalu ke dalam. Aku ingat dia marah sebab buka baju depan dia, tapi dia datang semua membawa sehelai kain pelikat, T Shirt dan sebuah bakul.

“Nah, salin pakai ni” katanya sambil dihulurkan kepada aku. “Baju basah bubuh dalam bakul ni”

Aku terus aje campakkan baju aku dalam bakul. Seluar aku buka depan dia, tapi kain pelikat aku sarung dulu le. Selepas keluarkan dompet, aku campakkan seluar yang basah tu dalam bakul, last sekali spender aku.

“Masuk dulu, tunggu sampai hujan berhenti baru balik” sambung Cikgu Suraya sambil mengambil bakul berisi pakaian basah aku. “Nanti cikgu keringkan baju ni dulu”

Aku pun ikut dia masuk. Selepas pintu dikunci, aku disuruh duduk diruang tamu dan Cikgu Suraya terus pergi ke dapur. Aku melihat-lihat perhiasan rumahnya, agak mewah juga perabut dan perhiasannya. Sedang mata aku meliar, Cikgu Suraya datang dengan membawakan secawan minuman dan meletakkan atas meja lalu dia duduk berhadapanku.

“Minum lah. Baju hang cikgu tengah keringkan”

Aku pun mengambil air nescafe itu dan menghirupnya.

“Mana suami cikgu ?” tanyaku memulakan perbualan.

“Kerja”

“Oh ya, hari ni Isnin” balasku. “Anak ?”

“Tidur”

“Hang duduklah dulu, cikgu ada kerja sikit nak buat” katanya sambil bangun meningglkan aku.

“O.K.” ringkas jawabku.

Di luar, hujan masih turun dengan lebat, diikuti dengan bunyi guruh yang membingitkan telinga. Aku melihat-lihat kalau ada buku yang boleh dibaca. Ada. Aku capai sebuah novel dan mula menatapnya.

Sehelai demi sehelai aku membelek isi kandungan novel itu, tak dibaca pun. Aku bukan minat sangat baca novel ni, tapi dah tak ada apa nak buat, tengok aje lah sikit-sikit. Aku tak tahu apa yang Cikgu Suraya buat di belakang, biarkanlah. Tetapi, semasa membelek helaian demi helaian, fikiran aku jauh melayang membayangkan kisah fantasi aku bersama Cikgu Suraya. Aku teringatkan cerita-cerita X dan Blue yang aku tonton dulu, bila terjadinya kejadian seperti ini, pasti akan berlakunya adegan asmara. Aku membayangkan yang aku akan berasmara dengan Cikgu Suraya, macam dalam filem yang aku pernah tengok.

Dah hampir 20 minit, hujan tidak menunjukkan tanda-tanda untuk berhenti. Aku terasa nak terkencing, maklumlah sejuk. Aku bingkas bangun dan terus menuju ke dapur, nak cari bilik air. Semasa aku hendak sampai, aku sekilas pandang aku nampak Cikgu Suraya sedang masuk ke biliknya, hanya dalam keadaan berkemban tuala sahaja, mungkin baru keluar dari bilik air. Sekilas pandang itu aku tak sempat melihat apa-apa, hanya kelibatnya yang berkemban masuk bilik sahaja yang sempat oleh mata melihatnya. Aku teruskan ke dapur, dan apabila melewati biliknya, aku dapati pintu bilik tidak bertutup rapat.

Aku cekalkan hati, pergi ke arah pintu dan mula mengintai Cikgu Suraya yang ada kat dalam, tengah buat apa, aku pun tak tahu. Fulamak, berderau darah aku, macam nak tercabut jantung rasanya melihatkan Cikgu Suraya sedang berbogel di dalam biliknya.
Serta merta kemaluan aku mencanak. Aku hanya dapat melihat bahagian belakangnya sahaja, daripada hujung rambut sampailah ke tumit, semuanya jelas di penglihatan. Cikgu Suraya sedang mengelap rambutnya yang basah. Inilah pertama kali aku melihat perempuan berbogel secara live, selalu tengok video aje. Terpaku aku di muka pintu melihatkan bentuk badan Cikgu Suraya yang seksi, pinggang ramping, punggung yang montok serta kulit yang cerah sedang mengelap rambutnya. Terasa saja hendak diterkamkan cikgu matematik aku itu, tapi aku takut dituduh mencabul pulak nanti, tak ke naya.

Perlakuan Cikgu Suraya terus memukau mata ku. Kadangkala, tuala itu di halakan ke celahan kangkangnya, lalu dilapkan. Kemuadian tuala itu dicampakkan ke atas katil. Secara tak disedari, Cikgu Suraya memusingkan badannya ke arah pintu, tempat aku berdiri ,mengendap, untuk membuka pintu almari dan terpandanglah sekujur tubuh tanpa seurat benang pun yang hanya selama ini menjadi khayalanku sahaja. Buah dada Cikgu Suraya yang menonjol segar kemerah-merahan itu sempat aku perhatikan, begitu juga dengan segitiga emas miliknya yang dijaga rapi dengan bulu yang tersusun kemas, semuanya sempat aku lihat. Di kala itu juga, Cikgu Suraya terpandang arah pintu dan nampak aku sedang melihatnya, dan ….

“Hei !!!” sergahnya. Lalu menutupkan bahagian tubuhnya dengan kain yang sempat dicapai dari almari.

Aku terkejut, terus lari meninggalkan tempat itu. Aku terus ke bilik air. Aku diam di situ hingga kemaluan aku mengedur, sebelum kencing. Mana boleh kencing masa kemaluan tengah keras.

Selepas selesai, perlahan-lahan aku keluar, aku dapati pintu biliknya bertutup rapat. Mungkin Cikgu Suraya ada kat dalam lagi. Malu kut, aku pun malu bila dapat tahu dia tahu aku mengendapnya. Aku terus ke ruang tamu semula. Hajat hati aku nak terus balik, redah hujan, takut Cikgu Suraya marah sebab mengendap dia tadi. Tapi, baju seluar aku ada kat dia, tak kering lagi. Aku tak tahu mana dia letak, kalau tahu aku ambil dan terus blah. Nak tak nak, aku duduklah di situ menantikan segala kemungkinan.

Tak lama kemudian, Cikgu Suraya pun datang. Dia berkain batik dengan kemeja lengan pendek. Wajahnya tak senyum, tak pula menampakkan tanda nak marah. Dia duduk depan aku, sempat juga aku mengerling ke arah pangkal buah dadanya yang putih itu.Dia merenung tepat ke arah mataku. Aku takut, lalu mengalihkan pandangan.



“Amir !” tegurnya dengan nada yang agak tinggi. Aku menoleh menantikan ayat yang akan keluar dari mulut yang kecil berbibir munggil itu.

“Dah lama Amir ada kat pintu tu ?”

“Minta maaf cikgu” balasku lemah, tunduk mengakui kesalahan.

“Saya tanya, dah lama ke Amir tengok cikgu masa dalam bilik tadi ?” dia mengulangi semula soalan itu.

“Lama le juga”

“Amir nampak le apa yang cikgu buat ?” aku mengangguk lemah.

“Maafkan saya cikgu”

“Amir …. Amir …. kenapalah Amir mengendap cikgu ?” nada suara Cikgu Suraya kembali lembut.

“Saya tak sengaja, bukan nak mengendap, tapi pintu tu yang tak rapat …”

“Salah cikgu juga sebab tak tutup pintu tadi” balasnya.

Cikgu Suraya macam tak marah aje, aku pandang wajahnya yang ayu itu, terpancar kejernihan di wajahnya. Aku hanya mampu tersengih aje bila dia senyum sambil menggelengkan kepalanya.

“Kenapa Amir nampak pucat ?”

“Takut, taku cikgu marah”

“Tak adalah, cikgu tak marah. Cikgu yang salah, bukan Amir. Kalau siapapun dapat peluang macam tu, mesti tengok juga kan ?” jelasnya.

Aku menganggukkan kepala sambil tersenyum.

“Aaaa, seronok le tu” katanya sambil menjuihkan bibir. Aku ketawa kecil mengenangkan peristiwa yang berlaku tadi.

Sesungguhnya aku seronok sangat sebab dapat tengok Cikgu Suraya bertelanjang bulat, kemaluan aku menegang dalam kain membayangkan tubuh montok Sikgu Suraya yang tidak dibaluti seurat benang tadi. Cepat-cepat aku cover dengan meletakkan bantal kecil ke atas kemaluanku bila melihatkan Cikgu Suraya terpandang ke arah situ.

“Hai, tak turun lagi ?” perlinya manja. Aku menjadi malu, tak senang duduk. Aku tak mampu lagi untuk berkata-kata bila diperlu sebegitu. Agak lama suasana hening menyelubungi ruang tamu rumah teres setingkat yang dihias indah itu.

“Cikgu” aku mula bersuara. “Best le”

“Apa yang best”

“First time tengok”

“Tengok apa”

“Perempuan telanjang”

“Heh …. Tak senonoh betullah hang ni”

“Betul, cikgu tengok ni” kata aku sambil mengalihkan bantal dari perutku. Terjonggollah batang kemaluan aku ditutupi kain pelihat suaminya. “Tak nak dia turun lagi”

Cikgu Suraya tergamam dengan tindakan aku, namun matanya terpaku di tonjolan pada kain pelihat yang aku pakai.

“Hei ! Sopanlah sikit” tegurnya.

Aku membiarkan kemaluan aku mencanak dalam kain, aku tak tutup, aku biarkan aje ia tersembul. Aku biarkan aje Cikgu Suraya menatapnya. Tapi Cikgu Suraya berasa malu, matanya dilarikan ke arah lain, sesekali ekor matanya menjeling ke arah tonjolan itu.

“Cikgu” sambung aku lagi. Dia merenung menantikan kata-kata yang lain, sesekali dikerlingkan ke bawah.

“Cikgu tahu tak, cikgulah orang yang paling cantik kat sekolah kita”

“Mana ada” balasnya manja malu-malu.

“Betul. Semua kawan saya cakap macam tu. Cikgu lelaki pun cakap macam tu”

“Eh, bohonglah”

“Betul, tak tipu”

“Apa buktinya”

“Buktinya, tadi. Saya dah tengok macam mana lawanya cikgu masa cikgu tak pakai baju tadi. Itulah buktinya.” Jawabku dengan berani.

Aku sangkakan dia akan marah, tapi Cikgu Suraya diam, dia tunduk malu. Melihatkan responnya itu, aku semakin berani mengucapkan kata-kata yang lebih daring.


“Badan cikgu kecil molek. Kulit cerah. Pinggang ramping, punggung montok …..”

“Ah, sudah, sudah” dia memotong cakap ku. Kelihatan mukanya merah menahan malu, tapi aku tak peduli, aku teruskan.

“Punggung cikgu saya nampak pejal, montok. Itu dari belakang. Masa cikgu paling ke depan, fulamakkkkk, cipap cikgu yang cantik tu buat batang saya macam nak patah. Tetek cikgu saya rasa macam nak hisap aje, sedap nampak.” sambungku melihatkan keadaan Cikgu Suraya yang tak membantah, dia masih lagi tertunduk malu.

Masa aku cakap ni, kote aku jangan cakap lah, macam nak tercabut, punya le tegang tak tau nak cakap. Cikgu Suraya masih lagi tunduk membisu, perlahan-lahan aku bangun menghampiri dan duduk di sebelah kirinya. Aku rasa dia sedar, tapi dia buat dono aje. Aku depangkan tangan dan memegang belakang badannya, sambil berkata ….

“Rilek le cikgu, saya main-main aje”

Dia terkejut bila aku pegang badannya. Lalu dia goyangkan badan, aku pun turunkan semula tangan aku itu. Aku masih lagi di sebelahnya, bahu kamu berlaga , peha kami juga bergeseran. Hujan makin lebat, tiba-tiba kedengaran bunyi petir yang agak kuat. Cikgu Suraya terkejut lantas dengan spontan dia memeluk ku. Aku pun terkejut, turut mendakap kepalanya yang berada di dadaku. Sempat juga aku belai rambutnya. Entah macam mana dia tersedar, “Sori” katanya ringkas lalu membetulkan kedudukan. Aku melepaskan tangan yang melengkari badannya, wajahnya aku pandang, Cikgu Suraya menoleh ke arah ku, lepas tu dia kembali diam tunduk ke bawah.

Syok juga aku rasa tadi, mula-mula dapat tengok, lepas tu dapat peluk kejap. Puas, aku puas walaupun setakat itu. Entah macam mana nak dijadikan cerita, petir berdentum lagi, kali ini lebih kuat, bunyi macam dekat-dekat sini aje. Terperanjatkan bunyi yang lebih dahsyat itu, sekali lagi Cikgu Suraya berpaling dan memeluk tubuhku. Aku tak lepas peluang terus memeluknya kembali. Aku lengkarkan tangan kiri ke pinggangnya yang ramping dan tangan kanan membelai rambut dan kepalanya. Kali ini aku rapatkan badan aku ke arahnya, terasa buah dadanya yang pejal menekan-nekan dadaku.

Cikgu Suraya mendongakkan kepalanya menatap wajahku. Aku masih tak lepaskan dia daripada rangkulan, belakang badannya aku usap dari rambut sampai ke pinggang. Dia merenung seolah-olah meminta aku melepaskannya, tapi aku merenung tepat ke dalam anak matanya. Mata kami bertembung, perlahan-lahan aku rapatkan muka aku ke arah mukanya, bibir aku, aku halakan ke bibirnya yang munggil dan separuh terbuka itu. Makin rapat, dan semakin hampir menyentuh bibirnya, dan bersentuhanlah bibir aku dengan bibir cikgu yang mengajar aku matematik itu. Belumpun sempat aku nak mencium bibirnya, baru kena, Cikgu Suraya memalingkan mukanya sambil tangan menolak badanku minta agar dilepaskan.

Aku degil, aku tak lepaskankan dia, peluang mana nak datang banyak kali. Aku tarik dia lagi rapat. Terkejut Cikgu Suraya dengan tindakan aku….

“Amir … tak nak le” Cikgu Suraya membantah sambil meronta lemah. Aku tak peduli, aku eratkan lagi pelukan aku, dada kami bertemu, terasa ombak dadanya turun naik dengan nafas yang agak kencang.

“Please cikgu …..” rayuku.

“Tak nak le, cikgu ni isteri orang” rontanya lagi.

“Rilek le cikgu, pleasssssseeeeee……” balasku lagi sambil mencium lehernya dengan lembut. Sempat juga aku menjilat cuping telinganya.

“Ja…..ja…..ngan….lah……” bantahnya lagi dengan suara yang tersekat-sekat. Dia memalingkan mukanya kiri dan kanan mengelakkan ciuman aku. Aku terus mencium lehernya sambil mengeratkan pelukan, takut terlepas pulak.

“A … a …. mirrrrr ….. ja ….” belum sempat Cikgu Suraya menghabiskan katanya, bibir aku bertaut pada bibirnya, kali ini aku cium sekuat-kuat hati.

“Mmmppphhh ….mmmpppphhhh ….” Cikgu Suraya tidak bersuara lagi apabila mulutnya dikucup. Dia meronta makin kuat. Aku terus mencium dan mengucup bibir dan mulutnya sambil tangan menggosok ke seluruh bahagian belakang badan. Kadang kala, punggungnya yang pejal itu aku ramas, aku picit semahunya.

Agak lama mulut aku bertaut di bibirnya, hinggakan rontaannya makin lemah, suaranya tidak lagi berbunyi, lama-kelamaan tiada lagi rontaan, sebaliknya tangan Cikgu Suraya memeluk erat leher aku. Aku terasakan bibirnya mula membalas ciuman aku. Apa lagi, aku pun mula menciumnya dengan penuh mesra dan kelembutan, dia membalas sambil mengeratkan pelukannya. Terasa akan lidahnya dijulurkan, aku menyambut lalu menghisap lidahnya, berselang selilah kami berhisap lidah. Pada waktu itu, hanya kedengaran bunyi air hujan yang mencurah mambasahi bumi dan bunyi kucupan mulut kami berdua.

Agak lama kami berkucupan, bertautan bibir dan lidah sambil berpelukan mesra. Kemudian, Cikgu Suraya meleraikan tautan itu diikuti dengusan berahi …

“Mmmmm…….”

Kami bertentang mata, tangan masih lagi dilengkarkan, badan masih lagi rapat, nafas makin kencang, nafsu makin berahi, kemaluan aku makin menegang. Renungan matanya yang redup itu bagaikan meminta sesuatu, lantas aku halakan sekali lagi bibirku ke bibirnya. Kami saling berkucupan mesra, sesekali ciuman dilarikan ke arah leher yang putih itu, aku cium, aku gigit dan aku jilat batang lehernya. Cikgu Suraya hanya menggeliat kegelian diperlakukan sedemikian….

“Ooohhhhh ….A… mirrrrrrrrr…..” suara manjanya menerjah ke dalam lubang telingaku.

Sambil berciuman itu, tangan kananku, aku larikan ke arah depan, buah dadanya aku pegang, aku ramas lembut. Terasa ketegangan buah dadanya, pejal, montok. Sedang Cikgu Suraya hanya mendesis menahan keenakan yang dikecapinya. Ciuman aku larikan pula ke pangkal dadanya yang putih itu. Aku cium ke seluruh permukaan pangkal dadanya, baju kemejanya aku tarikkan sedikit ke bawah, hingga menampakkan coli warna hitam yang dipakainya. Kepala dan rambut aku diramas dan dipeluk erat oleh Cikgu Suraya bila dadanya aku cium dan teteknya aku ramas.

“Aaahhhhh …….mmmmpppphhhhh…….” rintihannya membangkitkan nafsu aku.

Aku semakin berani, butang baju kemejanya aku buka satu persatu semasa aku mencium dan mengucup wajahnya. Mulut kami bertautan lagi, sedang jemari aku sibuk menanggalkan butang kemejanya, dan akhirnya habis butang aku buka, dan perlahan-lahan sambil mencium mulutnya, aku melucutkan kemejanya ke belakang. Seperti dalam filem, Cikgu Suraya meluruskan tangan agar kemeja itu dapat dilucutkan dari tubuhnya. Kini, bahagian atas tubuh Cikgu Suraya hanya berbalut coli saja. Aku leraikan ciuman mulut lalu mencium panggal buah dada di atas colinya. Aku cium, aku jilat seluruh panggal buah dadanya sambil meramas-ramas. Suara rintihan Cikgu Sura makin kuat apabila aku memicit puting tetek yang ada dalam coli. Cikgu Suraya merangkul erat dan meramas-ramas rambutku. Sambil mencium dan meramas buah dadanya, aku lengkarkan tangan ke belakang dan mula mencari kancing penyangkuk coli yang dipakai Cikgu Suraya. Jumpa, dan aku terus lucutkan kancing itu. Perlahan-lahan aku menarik turun coli hitamnya ke bawah dan terus campakkan ke atas sofa.

Terpukau mata aku bila bertatapan dengan teteknya yang putih kemerahan yang tadi hanya mampu aku lihat dari jauh saja. Aku renung dan gentel-gentelkan puting teteknya sambil mulut mencium dan menjilat yang sebelah lagi. Suara desisan Cikgu Suraya makin manja, makin ghairah aku dengar. Habis kedua-dua belah teteknya aku jilat, aku hisap semahunya, putingnya aku jilat, aku gigit mesra dengan diikuti rangkulan yang erat dilakukan oleh Cikgu Suraya ke kepalaku.

Sambil mengulum puting teteknya, aku membuka T Shirt yang aku pakai tadi lalu campakkan ke bawah. Aku tak berbaju, begitu jua Cikgu Suraya, kedua-dua kami hanya berkain pelikat dan berkain batik sahaja. Suasana dingin terasa oleh desiran hujan di luar, namun kehangatan tubuh Cikgu Suraya membangkitkan nafsu ghairah kami. Aku terus memeluk Cikgu Suraya erat-erat sambil berkucupan mulut. Buah dadanya terasa hangat bergesel dengan dadaku. Inilah perasaan yang sukar digambar, berpelukan dengan perempuan dalam keadaan tidak berbaju, teteknya yang pejal menekan-nekan dadaku ke kiri-dan ke kanan mengikut alunan nafsu.

Setelah agak lama berkucupan berpelukan, aku baringkan Cikgu Suraya ke atas sofa itu. Dia merelakannya. Aku menatap sekujur tubuh yang separuh bogel di depan mata. Aku bangun berdiri, Cikgu Suraya hanya memandang sayu melihat aku melucutkan kain pelihat dan bertelanjang di hadapannya. Kemaluan yang dah mencanak itu memerlukan sesuatu untuk dijinakkan. Aku duduk kembali di sisinya, terus membelai buah dadanya yang menegang itu. Aku kembali mengulum puting teteknya, sambil tangan kananku merayap ke arah lembah lalu mengusap sekitar lembah itu. Segitiga emas milik Cikgu Suraya akan aku terokai, aku mula mengusap dan menggosok di rekahan bawah lembah itu. Terangkat-angkat punggung Cikgu Suraya menahan keenakan dan kenikmatan yang sukar digambarkan oleh kata-kata. Yang kedengaran hanyalah rintihan dan desisan manja lagi mempesonakan.

“Mmmpphhhmmmmm….. aaahhhhh…….”

Aku mula meleraikan simpulan kain batiknya, dengan lembut aku menarik kain itu ke bawah, lalu terus melucutkan terus dari tubuhnya. Segitiga emasnya hanya ditutupi secebis kain berwarna hitam yang mesti aku lucutkan juga. Aku usapkan kemaluannya dari luar, terasa basah dan melekit pada hujung lurah yang subur itu. Pahanya aku raba dan usap sambil lidah kini menjilat dan mencium pusatnya. Terliuk-lentok badan Cikgu Suraya diperlakukan begitu. Kedua tanganku memegang seluar dalamnya dan mula melurutkan ke bawah, aku tarik dengan punggung Cikgu Suraya diangkatnya sedikit, dan terlucutkan benteng terakhir yang ada pada tubuh bada Cikgu Suraya. Aku tak lepaskan peluang menatap sekujur tubuh lemah yang tidak dibaluti seurat benangpun, yang berada di depan mata minta dijamah. Kelihatan cipapnya berair dikelilingi bulu-bulu nipis berjaga rapi. Aku sentuh cipapnya, terangkat tubuhnya menahan keenakan. Aku sentuh lagi dan menggeselkan jari-jari aku melewati lurah itu, suara mengerang mengiringi liuk-lentok tubuhnya. Kelentitnya aku mainkan, aku gentelkan hinggakan suara yang dilepaskan kali ini agak kuat dengan badan terangkat kekejangan. Terasa basah jari aku waktu tu, aku tak tau apa yang jadi masa tu, tapi sekarang baru aku tau yang Cikgu Suraya dah klimaks.

Aku ingat aku nak jilat macam cerita Blue, tapi tak jadi sebab cipap Cikgu Suraya dah berair, dah basah. Aku terus menghempapkan tubuh aku ke atas tubuhnya dengan lembut sambil mencium wajahnya. Kemaluan aku bergesel dengan kemaluannya. Terasa hujung kote aku berlaga dengan bulu dan air mazi yang membasahi lurah keramat itu. Setelah mendapatkan kedudukan yang selesa, aku pegang kote dan halakan ke lubang cipapnya. Seperti dirancang, cikgu Suraya membuka dan meluaskan kangkangnya sedikit. Setelah berada di hujung muara, aku pun tekankan kote aku ke dalam lubang cipapnya perlahan-lahan diikuti dengan raungan kami berdua bersilih ganti …..

“Aaarrrghhhhh ….. mmmmmm….”

Aku tekankan sampai pangkal kemaluan dan biarkan sekejap, sebab terasa macam nak terpancut. Aku mencium leher dan mulutnya berulang kali. Bila keadaan dah agak OK, aku mula mendayung, atas bawah slow and steady. Kenikmatan pada waktu itu adalah sangat best, susah nak cakap, tak dapat nak bagi tau macam mana bestnya sewaktu kote menerjah masuk ke dalam lubang cipap, kemudian memainkan atas dan bawah berulang kali. Kali pertama aku buat tu, terasa macam nak menjerit, punya la seronok. Cikgu Suraya tak apa le, sebab dia pernah buat dah, dengan laki dia.

Aku sorong tarik kemaluan aku dengan diiringi suara mengerang yang agak kuat sambil melihat panorama di bawah, indah, cukup indah melihatkan kote masuk dan keluar dari lubang cipap, dengan bunyi yang cukup menawan. Cikgu Suraya memeluk erat pinggangku semasa berdayung, punggungnya bergerak atas bawah mengikuti rentak dayungan. Sesekali dia menggoyang-goyangkan punggungnya membantu dayungan aku, terasa kenikmatan yang tiada tolok bandingnya. Aku lajukan dayungan, makin laju dengan suara yang makin kuat, Cikgu Suraya dah hampir menjerit suara mengerangnya, dan aku rasa macam dah nak terkeluar, dah macam gunung berapi nak muntahkan lavanya, aku lajukan lagi dan sekuat-kuat hati aku tusukkan sedalam yang boleh ke dasar lubang cipapnya diikuti dengan jeritan Cikgu Suraya yang nyaring, terpancutlah air mani aku jauh ke dasar cipapnya.

Aku buka mata dan melihat mata Cikgu Suraya terkatup dengan dadanya naik turun dengan cepat, ada titisan peluh di dadanya. Begitu juga badan aku, terasa peluh meleleh di belakang. Kote aku makin berada dalam lubang keramatnya, makin lembik akibat muntahan yang padu tadi. Aku kucup dahi Cikgu Suraya, dia membukakan mata, senyum memandangku. Aku membalasnya dengan mengucup mesra bibirnya. Akhirnya aku landing atas tubuhnya di atas sofa itu, dengan kepala aku ku letakkan atas dadanya. Terdengar bunyi degupan jantung yang kencang di dada Cikgu Suraya, cikgu yang mengajar aku matematik di sekolah.

Setelah beberapa minit, aku bangun dan mengeluarkan kote dari dalam lubang cipapnya. Kelihatan saki baki air maniku meleleh keluar melalui lubang cipapnya yang terkemut-kemut menahan kesedapan. Aku capai tisu di tepi meja, lantas aku lapkan air mani yang meleleh itu. Cikgu Suraya hanya memandang sambil melemparkan senyuman mesra ke arah ku. Kote aku yang masih basah, aku biarkan kering sendiri. Aku duduk bersila di atas carpet dengan mengadap memandang arahnya. Kepala aku hampir dengan kepala Cikgu Suraya yang masih lagi terbaring atas sofa itu. Aku meramas dan menggentel-gentel puting teteknya. Cikgu Suraya membiarkan sahaja sambil tangannya membelai rambutku. Terasa macam suami isteri pulak.

“Terima kasih cikgu” bisikku lembut. Cikgu Suraya mengangguk senyum.

Agak lama juga kami berkeadaan begitu sementara menantikan tenaga pulih kembali, sehingga jantung berdegup dengan normal. Kemudian, Cikgu Suraya bingkas bangun mencapai pakaiannya berlalu ke dalam bilik. Jam menunjukkan pukul 11.30 pagi. Hujan masih belum berhenti, tak ada tanda-tanda nak berhenti. Aku sarungkan semula kain pelikat, baju tak pakai lagi. Masih letih. Aku duduk bersandar di sofa mengenangkan peristiwa sebentar tadi. Fikiranku menerawang. Inilah tuah badan. Apa yang diidamkan selama ini dah pun dapat, cikgu yang selama ini hanya hadir dalam khayalan telah dapat di alam nyata. Berasmara dengan Cikgu Suraya adalah igauan setiap lelaki yang memandang. Aku, aku dapat menikmati tubuh yang menggiurkan itu. Jika selama ini aku lihat Cikgu Suraya bertudung dan berbaju penuh, hari ini, aku melihatnya tanpa pakaian, mengamati seni tubuhnya, setiap lengkuk, lurah dan denai, semuanya aku alami dengan pemandangan yang mempesonakan, malah dapat merasai kenikmatan yang ada pada tubuh itu. Aku bahagia. Aku puas sangat puas dengan apa yang berlaku tadi. Aku tersenyum sendirian …….

Sedang aku mengelamun, aku dikejutkan dengan bunyi dentuman petir yang kuat. Aku teringatkan Cikgu Suraya. Jam sudah menunjukkan 12.00 tengah hari. Rupa-rupanya hampir setengah jam aku mengelamun. Aku bangun dan menuju ke arah bilik Cikgu Suraya. Aku ketuk pintu dan terus masuk. Kelihatan Cikgu Suraya telah berpakaian tidur sedang menyikat rambutnya.

“Nak apa Amir ?” tanyanya lembut.

“Saja je. Boring kat luar” jawabku ringkas sambil duduk di birai katil memandang Cikgu Suraya menyisir rambutnya. Di hujung bilik, kelihatan katil kecil yang di dalamnya sedang tidur anak perempuan Cikgu Suraya dengan nyenyaknya. Bunyi dentuman petir seperti tidak diendahkan, dia tidur macam tiada apa yang berlaku.

“Terima kasih cikgu” kataku.

“Terima kasih apa ?”

“Tadi. Sebab bagi peluang kat saya rasa”

“Ohhh….. tapi jangan bagi tau orang lain tau”

“Janji” balasku.

Aku teruskan memerhatinya mendandan. Haruman minyak wangi menusuk hidung bila Cikgu Suraya menyemburkan ke badannya.

“Cikgu, kenapa cikgu tak marah”

“Marah apa ?”

“Iya le, mula-mula cikgu larang, cikgu tolak saya, lepas tu …..”

“Lepas tu cikgu biarkan kan ?” sambungnya.

“Haaa …” jawabku. “Apasal”

“Kalau cikgu lawan pun tak guna, hang mesti dapat juga kan ?”

“Belum tentu” jawabku.

“Mesti punya le. Cikgu mana larat nak lawan. Jadi lebih baik cikgu biarkan dan bagi kerjasama kat hang. Dua-dua dapat rasa” jelasnya.

“Cikgu tak menyesal ke ?” tanyaku ingin kepastian.

“Kalau dah rela, nak menyesal buat apa” jelasnya lagi. “Lagi pun, bukan Amir rogol saya, Amir minta elok-elok, saya cikgu bagilah. Lagi pun Amir dah tengok. Lainlah kalau Amir masuk rumah cikgu, serang cikgu dan rogol cikgu, yang tu cikgu boleh report polis. Amir boleh masuk penjara”


“Habis, cikgu nak report la ni ?” tanyaku berseloroh.

“Report buat apa, Amir bukan pecah masuk, cikgu yang suruh Amir masuk. Cikgu juga yang benarkan Amir buat dengan cikgu.”

“Kalau suami cikgu tau ?”

“La ni siapa yang tau ?” tanya Sikgu Suraya. “Kita aje kan ?” aku mengangguk. “Jadi, janganlah bagi tau orang lain” aku angguk lagi tanda faham. Jelasnya sambil menuju ke arah katil anaknya sambil membelainya dengan penuh kasih sayang seorang ibu. Kemudian, Cikgu Suraya terus duduk di sebelahku.

“Wanginya …” sapaku manja. Cikgu Suraya mencubit paha ku. “Cikgu … nak lagi”

“Nak apa”

“Buat”

“Tadi kan dah buat”

“Tak puas lagi”

“Aiii … takkan tak puas. Suami cikgu dapat sekali terus tidur, hang nak lagi ?”

“Nak le, bukan selalu dapat peluang macam ni. Lagi pun tadi saya tak sempat nak jilat cipap cikgu. Cikgu pun tak pegang pun kote saya. Saya nak merasa juga orang perempuan pegang kote” terang aku jujur.

“Jilat, nak tiru cerita Blue la tu” balasnya tersenyum.

Aku angguk membalas senyumannya. Kemaluan aku kembali mencanak, tenaga sudah pulih. Aku pegang tangan Cikgu Suraya dan meletakkan atas batang kemaluan aku yang mencanak itu. Cikgu Suraya seperti faham melurutkan batang aku yang ada dalam kain itu. Aku biarkan sahaja, sedap rasanya. Lepas tu, aku berdiri dan melondehkan kain. Aku berbogel berdiri di hadapan Sikgu Suraya. Dia hanya tersenyum memandangku. Perlahan-lahan, kemaluan aku yang menegang itu dipegangnya, dibelai dan diusap atas bawah. Syoknya tak terkira, selalu jari sendiri yang buat macam tu, tapi hari ini jari jemari lembut seorang wanita cantik yang melakukannya. Aku mendesis sedap. Aku berharaplah yang Cikgu Suraya akan menghisap dan mengulum batang aku. Memang Cikgu Suraya dah tahu keinginan aku. Diciumnya hujung kemaluan aku, dan hujung lidahnya dimainkan di lubang koteku. Aku terasa nyilu, tapi sedap. Perlahan-lahan Cikgu Suraya membuka mulut dan dimasukkan batang kemaluan aku ke dalam mulutnya. Terasa kehangatan air liurnya membasahi batang yang setengah berada dalam mulutnya. Dihisapnya kote aku, dikulumnya ke atas dan ke bawah. Terasa nak tercabut aje masa tu. Aku pegang dan ramas rambutnya yang baru disikat tadi. Aku tolakkan kote aku jauh ke dalam mulutnya, terasa hujung kote aku berlaga dengan anak tekaknya. Cikgu Suraya hisap sampai ke pangkal sambil tangannya meramas-ramas telur zakarku. Di saat itu, aku rasakan kesedapan yang lain dari yang tadi. Aku biarkan Cikgu Suraya menghisap semahunya, aku biarkan dia menjilat seluruh batang kemaluanku, telurku, aku biarkan sebab sedap sangat rasanya.

Setelah itu, aku pehang bahunya. Dia berdiri memandang dengan penuh kesayuan. Aku pegang dan kuis rambut yang terjuntai di bahu. Perlahan-lahan aku lucutkan baju tidurnya ke bawah, dia tidak memakai pakaian dalam. Terserlahlah tubuh cikgu Suraya yang bertelanjang di hadapanku. Aku lengkarkan tangan di pinggang dan mula mendakapnya lembut. Kami berpelukan dan bertautan bibir sambil jari-jemari meraba dan menggosok seluruh badan. Sekarang baru aku berpeluang merangkul tubuh yang kecil molek dengan pinggang yang ramping ini puas-puas. Pinggangnya kecil sahaja. Aku dakap dan aku ramas punggungnya sambil melaga-lagakan kote aku ke perutnya. Sungguh sedap dapat berpelukan sambil berdiri begini.

Aku baringkan dia atas katil, sambil terus memberikan kucupan demi kucupan. Kali ini aku tak lama mencium tetek Cikgu Suraya sebab aku nak sasarkan mulut aku ke cipapnya. Aku turunkan ciuman aku ke bawah, kemaluannya masih kering. Aku terus mencium kemaluannya itu dengan lembut. Terangkat punggungnya menahan kenikmatan itu. Cipapnya aku jilat, aku jelirkan lidah dan menusuk ke dalam lubangnya. Dia mendesis keenakan sambil menggeliat manja. Biji kelentitnya aku hisap, aku jilat semahunya. Cipap Cikgu Suraya mulai basah, aku tak peduli, aku terus jilat dan hisap sambil tangan menggentel-gentel puting teteknya. Tiba-tiba, sedang tengah sedap menjilat, Cikgu Suraya meraung dengan tubuhnya terangkat. Serentak dengan itu juga habis mulutku basah dengan simbahan air dari dalam cipapnya. Ada yang termasuk mulut sikit, rasanya agak payau, masin pun ada. Aku berhenti dan lapkan mulut aku yang basah dek air mani dia. Rupa-rupanya Cikgu Suraya klimaks. Aku mainkan dengan jari aje le lubang cipap itu.

Entah macam mana, timbul nafsu untuk menjilat air cipap dia lagi. Aku terus membenamkam muka ke situ dan mula menjilat lurah yang basah berair itu. Lama-lama rasa sedap pulak, habis aku jilat, aku hisap cipapnya. Cikgu Suraya hanya merintih manja sambil meliukkan tubuhnya. Semasa aku menghisap kelentitnya, aku mainkan lubang cipapnya dengan jari. Tiba-tiba sekali lagi dia terkejang kepuasan, dan kali kedua jugalah air cipapnya menerjah ke dalam mulutku. Aku biarkan aje. Dengan mulut yang basah dengan air maninya, aku cium mulut dia. Air maninya bersebati dengan air liurnya apabila aku membiarkan lidahku dihisap. Cikgu Suraya menjilat air maninya sendiri tanpa mengetahuinya. Bila dah habis air mani di mulutku dia sedut, aku mula melepaskan layar. Tubuhnya aku tindih, dengan sauh di halakan ke lubuk yang dalam. Dan dilepaskan layar maka jatuhlah sauh ke dalam lubuk yang selama ini hanya dilabuhkan oleh sebuah kapal dan seorang nakhoda sahaja. Kini, kapal lain datang bersama nakhoda muda yang terpaksa berhempas pulas melawan badai mengarungi lautan berahi untuk sampai di pulau impian bersama-sama. Perjuangan kali ini lebih lama, dan mencabar kerana masing-masing tidak mahu mengalah awal. Pelbagai aksi dilakukan untuk sampai ke puncak kejayaan. Tubuh Cikgu Suraya aku lanyak dalam pelbagai posisi, dan dia pula memberikan kerjasama yang padu kepada ku dalam menempuhi gelombang. Akhirnya, selepas berhempas pulas, kami tiba juga di pulau impian dengan kejayaan bersama, serentak dengan terjahan padu air hikmat dengan jeritan manja si puteri meraung kepuasan. Kami terdampar keletihan setelah penat belayar.

Terkulai Cikgu Suraya di dalam dakapan aku. Kali ini lebih selesa sebab buat atas tilam yang empuk. Banyak aksi boleh dibuat. Kami terlentang kepenatan, dengan peluh memercik membasahi tubuh dan cadar. Air maniku meleleh keluar buat kali kedua dari lubang yang sama. Cikgu Suraya mendakap badanku sambil jejarinya membelai kemaluanku yang terkulai basah itu. Dimainkannya, seperti baby mendapat anak patung. Aku biarkan sambil mengucup dahinya tanda terima kasih. Kami tidak bersuara, letih.

Sempat juga aku mengalih pandangan ke arah katil anaknya, kelihatan masih lena dibuai mimpi. Aku risau juga takut dia terjaga kerana jeritan dan raungan kepuasan ibunya yang berhempas pulas melawan badai samudera bersama nakhoda muda yang tidak dikenalinya.

Tubuh kami terasa tidak bermaya, rasa nak angkat kaki pun tak larat. Lemah segala sendi dan urat dalam badan. Hanya suara rintihan manja sahaja yang mampu dikeluarkan dari anak tekak dalam kedinginan hujan yang masih lagi mencurah.

“Terima kasih cikgu” aku mengucup dahinya. Dia tersenyum. Kepuasan nampak terpancar di wajahnya.

“Hang hebat la Amir” sahutnya.

“Hebat apa ?”

“Ya la, dua kali dalam sejam”

“First time” balasku ringkas.

“Tak pernah cikgu rasa puas macam ni” jelasnya jujur.

“Tak pernah ?” tanyaku kehairanan.

Dia mengangguk perlahan. “Cikgu tak pernah pancut dulu”

“Suami cikgu buat apa ?”

“Dia masuk aje le sampai dia keluar air” sambungnya. “Bila dah keluar, dia letih, terus tertidur. Cikgu nak lagi masa tu”

“Cikgu mintak la” saranku.

“Dia tak larat dah”

“Dalam seminggu berapa kali cikgu buat” tanya ku mengorek rahsia mereka suami isteri.

“Sekali, kadang-kadang langsung tak dapat”

“Apasal ?”

“Dia balik dekat nak malam, letih. Tak larat lagi nak buat tu”

“Ohhhh …..” aku menganguk macam le faham.

“Bila last sekali cikgu buat ?” pancingku lagi.

“Errrr…….dua minggu lepas” jawabnya yakin.

“Dua minggu cikgu tak dapat ?” sambungku terkejut. Cikgu Suraya hanya menganggukkan kepala mengiyakannya.

“Patutlah Cikgu Suraya tak berapa nak marah masa mula-mula aku nak jamah tubuhnya” bentak hatiku. “Dia nak juga rupa-rupanya”

Hampir setengah jam kami berbual dalam keadaan berpelukan dan bertelanjang di atas katil itu. Segala hal rumah tangganya aku tanya, dijawabnya dengan jujur. Semua hal yang berkaitan diceritakannya, termasuklah jeritan batinnya yang dahagakan belaian dari suami yang tidak dikecapinya. Suaminya terlalu sibuk dengan kerjaya hingga mengabaikan nafkah batin si isteri. Memang bodoh suami Cikgu Suraya sebab tidak menggunakan sepenuhnya tubuh yang menjadi idaman setiap lelaki yang memandang itu. Nasib aku baik sebab dapat menikmati tubuh itu dan seterusnya menyelesaikan masalah jeritan batinnya.

Aku semakin bangga apabila dengan jujur Cikgu Suraya mengakui yang aku berjaya memberikan kepuasan kepada dirinya, batinnya kini tidak lagi bergejolak. Raungannya kini tidak lagi tidak dipenuhi, Cikgu Suraya sudah dapat apa yang batinnya inginkan selama ini, walaupun bukan daripada suaminya sendiri, tetapi dengan anak muridnya, yang muda 10 tahun tetapi gagah bak berusia 30 tahun.

Desiran hujan makin kurang, titisannya semakin perlahan, menunjukkan tanda-tanda hendak berhenti. Kami bangun dan memerhati ke luar jendela. Seperti di suruh, Cikgu Suraya mengenakan kembali pakaian tidurnya lalu terus ke dapur. Aku menanti di bilik itu. Tak lama kemudian, dia masuk dan menyerahkan pakaian aku yang hampir kering. Setelah mengenakan pakaian, aku ke ruang tamu dan minta diri untuk pulang memandangkan hujan sudah berhenti. Cikgu Suraya mengiringi aku ke pintu. Sekali lagi aku mengucapkan terima kasih atas segala layanannya. Cikgu Suraya juga berterima kasih kerana telah membantunya. Aku capai basikal, buka pintu pagar dan terus kayuh menuju ke rumah. Tak kelihatan pun jiran-jiran Cikgu Suraya di halaman rumah, maklumlah hujan, lagipun sekarang waktu makan tengah hari.

Sesampai di rumah, aku mandi. Di bilik, kelihatan kesan gigit di leherku. Ah, sudah. Malulah aku nanti. Aku tekad kalau tak hilang menjelang esok, aku tak nak ke sekolah.




Pagi esoknya, tiada kesan gigitan pada leherku. Aku ke sekolah seperti biasa bersama adik-adikku yang lain. Mereka perempuan, sekolah lain. Di sekolah, bila bertembung dengan Cikgu Suraya yang berbaju kurung bertudung kepala, aku senyum dan mengucapkan selamat, buat macam tak ada apa-apa yang berlaku antara kami. Cikgu Suraya pun buat macam biasa aje, walaupun di hati kami masing-masing tahu apa yang telah terjadi sewaktu hujan lebat semalam. Dalam kelas, dia mengajar seperti biasa. Aku pun buat selamba aje, nanti member syak pulak.



Selama sebulan lebih selepas kejadian itu, kami masih buat tak tahu aje. Tak pernah ceritakan hal itu. Kalau kami bertemu pun, tentang hal pelajaran. Aku yang baru first time dapat, dah rasa ketagih. Terasa nak lagi menjamah tubuh perempuan, dah tak larat nak melancap aje. Pada suatu hari, kalau tak silap hari Selasa, aku berjumpanya di bilik guru. Waktu tu, bilik guru agak lengang, aku memberanikan diri minta nak lagi menjamah kenikmatan tubuhnya. Pada mulanya Cikgu Suraya agak keberatan mengizinkan buat kali kedua, tetapi setelah mendesak dan memujuknya, dia mulai lembut. Cikgu Suraya setuju, tapi dia akan beritahu aku bila. Aku kata cepat sikit sebab dah tak tahan lagi. Kalau line clear, dia akan memberitahu aku. Aku gembira dengan penjelasan itu.

Tiga hari selepas itu, Cikgu Suraya memanggil aku ke bilik guru. Dia meminta aku ke rumahnya malam hari Isnin. Dia memberitahu bahawa suami akan out-station ke Johor selama dua hari. Aku janji akan datang.

Aku setuju, tapi bagaimana aku nak bagi tau mak ayah aku yang aku akan bermalam di luar. Aku cakap, aku tidur rumah kawan, sebab nak study dan terus ke sekolah esoknya. Mereka benarkan. Tiba malam yang dijanjikan, lebih kurang pukul 8.00, aku tiba. Cikgu Suraya menyambutku dengan senyuman. Anaknya yang bermain-main dengan permainannya terhenti melihat aku masuk. Selepas diamati, dia kembali semula bermain. Nasib baik anak Cikgu Suraya kecil lagi, kalau tak tak tahu lah. Malam itu, kami tidur bersama di bilik seperti sepasang suami isteri. Persetubuhan kami malam itu memang menarik, seperti sekian lama tidak merasanya. Aku melepaskan rindu dendam ke seluruh bahagian tubuhnya. Cikgu Suraya kini tidak lagi malu-malu meminta dipenuhi hajatnya jika diinginkan. Kalau tak silap, malam tu kami bertarung 4 kali. Yang last sekali, waktu dinihari, dan kami tertidur. Sedar-sedar, pukul 8.00 lebih apabila anaknya menangis. Kami dah lewat ke sekolah, Cikgu Suraya menelefon dan menyatakan dia sakit. Aku pun dah malas nak ke sekolah. Selepas memujuk anaknya, memberikan susu, dia tidurkan semula anaknya itu. Kami bersarapan dengan makanan yang disediakannya. Kemudian, kami mandi bersama, bertelanjang dan berasmara di dalam bilik mandi. Di sinilah, aku minta aku nak pancutkan air ke dalam mulutnya. Cikgu Suraya setuju, setelah puas batang aku menyusuri lembah, di saat hendak melepaskan titisan terakhir, aku minta Cikgu Suraya duduk dan aku halakan senjata aku ke sasaran, dan terus menembak ke lohong yang terbuka luas. Penuh mulut Cikgu Suraya dengan air mani aku. Ada setitis dua yang tertelan, yang lain diluahkan kembali. Aku menghalakan batang masuk ke dalam mulutnya, dia terpaksa menerima dan mula menghisap batang aku yang masih berlinang dengan sisa air mani yang ada. Kami terus mandi dan membersihkan badan. Setelah selesai, aku minta diri untuk pulang ke rumah, takut nanti jirannya nampak. Dia melepas aku dengan berat hati. Aku balik, emak ayah tak ada, yang ada orang gaji. Aku bagi tahu yang aku sakit dan terus ke bilik. Tidur.





Begitulah kisah aku berasmara dengan guru matematiku yang sehingga kini masih menjadi kenangan, walaupun lebih 10 tahun aku meninggalkan sekolah dan negeri itu untuk berkerja di KL. Waktu aku tingkatan 6 Rendah, Cikgu Suraya bertukar ke Johor. Selama waktu itu, banyak kali kami melakukan hubungan seks. Sebelum berpindah, Cikgu Suraya mengandung, aku sempat juga tanya anak siapa, dia tidak menjawab tapi tersenyum memandangku. Aku mengerti, itu adalah hasil daripada benih yang aku taburkan berkali-kali. Selepas itu, aku tak pernah bertemu atau dengar kisahnya.

Setelah 3 tahun di KL, aku dapat cerita tak rasmi yang Cikgu Suraya kini mengajar di KL. Kalau betul, aku cuba nak mencari walaupun kini usianya lebih kurang 38 tahun. Sehingga kini, aku masih belum menemuinya ……………………..